jpnn.com, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memantik kontroversi. Rabu malam (19/12) dia mengumumkan rencana besarnya untuk menarik 2 ribu personel militer AS dari Syria. Keputusan tak terduga itu membuat negara-negara sekutu AS naik pitam.
Seperti biasa, Trump mengumumkan keputusan penting tersebut lewat akun Twitter pribadinya. Dia menyebut kekalahan ISIS di Syria sebagai alasan tepat untuk menarik pasukan AS dari negara tersebut.
BACA JUGA: Erdogan Ajak Negara-Negara Lain Keroyok Saudi
"Setelah kemenangan bersejarah (atas ISIS, Red), kini saatnya membawa pulang para pemuda AS," cuit tokoh 72 tahun tersebut sebagaimana dilansir Reuters.
Tanpa ISIS di Syria, menurut Trump, keamanan republik di tepi Laut Mediterania tersebut terkendali. Karena itu, dia sengaja membawa pasukan AS pulang. Dengan demikian, tenaga mereka bisa dimanfaatkan pada urusan-urusan lain yang lebih signifikan di dalam negeri.
BACA JUGA: Transkrip dari Turki Ungkap Kebohongan Saudi
Deklarasi Trump itu membuat Syrian Democratic Forces (SDF) yang selama ini mengandalkan militer AS terkejut. Sebab, masalah keamanan di Syria bukan hanya ISIS. Ada banyak ancaman yang perlu diatasi selain kelompok radikal tersebut.
"Apa AS harus jadi polisi di Timur Tengah tanpa imbalan apa pun? Saatnya untuk membiarkan yang lainnya turun berperang," tegas suami Melania tersebut. Dia kembali mengingatkan dunia pada slogan Make America Great Again (MAGA).
BACA JUGA: Tak Berani Sikat MBS, Rezim Erdogan Sasar Qathani
Bersamaan dengan pengumuman Trump itu, SDF mengutarakan kecemasannya terhadap kebijakan keamanan Turki. Di mata Presiden Recep Tayyip Erdogan, kelompok Kurdi yang menjadi salah satu pilar SDF adalah teroris yang harus ditumpas. Tanpa militer AS, SDF yakin bahwa Turki akan lebih leluasa menyerang mereka.
Kekhawatiran SDF itu wajar. Sebab, Turki pun sudah berancang-ancang menyerang Kurdi. "Kami menerima laporan bahwa mereka menggali gorong-gorong di Manbij dan sisi timur Sungai Efrat. Nanti mereka terkubur di sana," papar Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar.
Selain Turki, koalisi Iran dan Rusia ternyata sudah tak sabar menunggu AS angkat kaki. Sekutu rezim Presiden Bashar Al Assad itu bersiap merebut kembali wilayah-wilayah yang dulu mereka kuasai dari tangan pemberontak Kurdi.
Fakta-fakta yang tersaji itu membuat para pengamat politik Syria berang. Salah seorang di antaranya adalah David Adesnik. "AS melawan pelanggaran nuklir Iran, tapi malah melepaskan Syria begitu saja kepada Iran," papar pakar Syria pada Foundation for Defense of Democracies itu kepada CNN.
Jika Trump menyebut kekalahan ISIS sebagai alasan utama penarikan pasukan, Departemen Pertahanan AS malah menyuguhkan fakta yang berbeda. Menurut Pentagon, keputusan Trump itu terlalu prematur. Sebab, saat ini ada sekitar 30 ribu pendukung ISIS yang masih aktif di Syria dan Iraq.
Sekutu AS di Eropa juga mengkritik Trump. "Kami tentu saja akan mempertahankan pasukan di sana. Sebab, pertarungan dengan ISIS sangat penting," ucap Nathalie Loiseau, menteri Prancis untuk urusan Eropa. Pernyataan itu memastikan bahwa 1.100 tentara yang sedang berada di Iraq dan Syria masih bertahan untuk berjaga. (bil/c11/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Turki: Trump Tak Peduli kepada Khashoggi
Redaktur & Reporter : Adil