"Kami merasa bahwa negara tidak harus mengundangkan apa yang orang boleh pakai atau tidak, terkait dengan keyakinan agamanya," ujar Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS, Philip Crowley.
Dia menambahkan, AS akan mengambil langkah berbeda untuk menstabilkan keamanan sekaligus menghargai kebebasan beragama
BACA JUGA: Menantu Osama di Inggris Minta Cerai
"Di Amerika, kami berbedaRancangan peraturan di Prancis tersebut sendiri belum bisa diundangkan
BACA JUGA: Ilmuwan Nuklir Iran Terima Gaji dari CIA
Rancangan itu harus melewati persetujuan senat terlebih dulu, pada 20 September mendatangKeinginan keras Presiden Nicolas Sarkozy untuk melarang niqab (pakaian wanita yang menutupi seluruh tubuh kecuali mata, Red) dan burqa, sejauh ini meraup dukungan luas dari masyarakat
BACA JUGA: Rencana Gillard Kembali Ditolak
Tapi, para kritikus menyatakan bahwa pelarangan itu melanggar hak asasi manusia, baik di Prancis maupun Eropa."Saya ingin menyatakan bahwa, sejauh yang saya tahu, ini adalah langkah awal dari sebuah proses legislasi dan proses perundangan yang panjang," papar Crowley, seperti dilansir Agence France-Presse.
Sementara, Menteri Kehakiman Prancis, Michele Alliot-Marie, menyatakan bahwa peraturan tersebut justru mendukung ditegakkannya nilai-nilai kemanusiaan"Seperti yang terjadi saat ini dan di masa lalu, ini adalah ujian bagi persatuan serta sifat individualitas kitaDi mana keduanya menjadi penyangga utama kebesaran Prancis," terangnya.
Jika UU tersebut berlaku, pelanggarnya akan diancam dengan hukuman denda setara dengan USD 200 (Rp 1,8 juta)Laki-laki yang diketahui memaksa istrinya mengenakan pakaian yang tertutup penuh, juga diancam denda USD 40 ribu (Rp 360 juta) dan hukuman penjara hingga satu tahun.
Pemerintah Prancis memperkirakan bahwa saat ini ada sekitar 2 ribu wanita yang mengenakan pakaian tertutup dan bercadar di negerinyaNamun, hampir tidak ada anggota parlemen Prancis yang memperjuangkan hak-hak warga minoritas ituResolusi yang disetujui di parlemen itu menganggap burqa bertentangan dengan nilai-nilai di republik sekuler Prancis.
Para kritikus sementara itu, menyatakan bahwa pemerintah Prancis tidak berlaku adil dengan menciptakan peraturan yang menarget warga muslim pengguna burqaMereka menyatakan peraturan itu melanggar konstitusi Prancis, serta mengancam akan membawa isu tersebut ke Pengadilan HAM Eropa di StrasbourgJika berhasil, gugatan ini akan memaksa Prancis untuk merevisi pelarangan tersebut.
Sebelumnya, pemungutan suara di majelis rendah Prancis, Rabu (14/7), menyepakati pelarangan penggunaan pakaian yang tertutup penuh dengan cadar di wajahDi antara 577 kursi di parlemen rendah atau setingkat DPR, 335 anggota setuju dengan pelarangan ituYang menolak hanya satu orangSementara, kubu komunis dan sosialis memilih opsi abstain.
Masyarakat Prancis sendiri, disebutkan mayoritas mendukung pelarangan burqa di tempat umumSurvei yang dilaksanakan oleh Pew Global Attitudes Project beberapa waktu lalu misalnya, menunjukkan bahwa 82 persen suara menyetujui pelarangan dan hanya 17 persen yang menolak(cak/dos/ito/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parlemen Prancis Resmi Tolak Burqa
Redaktur : Tim Redaksi