jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR Jazuli Juwaini mengatakan, pemerintah hendaknya berpikir strategis soal pengelolaan BUMN supaya semata-mata untuk kepentingan jangka panjang bagi rakyat, bangsa, dan negara.
Dia mengingatkan jangan asal jual aset BUMN, terlebih karena alasan-alasan jangka pendek seperti soal likuiditas, kebutuhan membiayai infrastruktur, bayar utang yang jatuh tempo, atau sekadar cari untung sesaat.
BACA JUGA: PKS Belum Pastikan Usung Zulkieflimansyah
Apalagi, lanjut dia, jika aset-aset BUMN itu jatuh ke tangan investor swasta asing. "Bagaimana nasib anak cucu kita ke depan yang akan memimpin republik ini?" kata Jazuli membuka diskusi publik "Jangan Jual BUMN" yang digelar FPKS di gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/11).
Dia mengatakan jika benar terjadi penjualan aset-aset BUMN, generasi mendatang akan kehilangan kewenangan pengelolaan atas sumber-sumber ekonomi yang strategis untuk kepentingan rakyat luas.
BACA JUGA: PKS: Maulid Momentum Menguatkan Cinta kepada Rasulullah
"Kami bukan antiasing. Ini soal akuntabilitas dan keberpihakan pada aset strategis nasional yang pembiayaannya juga bersumber dari uang rakyat, maka harus jelas akuntabilitasnya," katanya.
Anggota Komisi I DPR ini meminta pemerintah berhati-hati karena jika salah aset BUMN yang dikuasai swasta asing justru merugikan negara.
BACA JUGA: Gerindra Siapkan Opsi Jika PKS Merapat ke Golkar
"Selain itu, pemerintah juga tidak boleh membuat peraturan dan kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi," ujarnya.
Sekretaris FPKS di DPR Sukamta menambahkan, BUMN memiliki peran strategis dalam pembangunan dan bagian dari kedaulatan negara atas sumber-sumber kekayaan negara.
Karena itu, harus ada jaminan agar aset strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak itu tetap dikuasai negara karena ini merupakan amanat konstitusi.
Salah satu yang dikritisi Sukamta adalah kebijakan holding sektor pertambangan seiring Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Dalam Saham Perusahan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang menempatkan PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk sebagai anak perusahaan PT Inalum.
Padahal, lanjut Sukamta, berdasarkan PP nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.
"Berarti anak perusahaan BUMN (PT Antam, PT Timah dan PT Bukit Asam) tidak lagi berstatus BUMN, karena sebagian besar sahamnya tidak lagi dimiliki negara. Akibatnya, pemerintah melalui menteri BUMN tidak memiliki kewenangan terhadap anak perusahaan BUMN," kata Sukamta dalam sambutannya.
Dia mengatakan serangkaian kebijakan ini akan berdampak luas, berpotensi membahayakan BUMN serta aset dan kekayaan bangsa.
Dia menilai cukuplah sudah kasus Indosat jadi pembelajaran bagi bangsa ini. Dengan perubahan struktur BUMN seperti ini, maka peluang untuk melepas dan mengalihkan saham-saham perusahaan yang bukan lagi masuk definisi BUMN menjadi terbuka.
Apalagi di sisi lain, pemerintah sedang membutuhkan dana segar Rp 500 triliun untuk membiayai proyek infrastruktur yang sudah terlanjur dibangun, membayar utang jatuh tempo serta untuk divestasi saham Freeport senilai Rp 50 triliun hingga Rp 100 triliun.
Fraksi PKS, lanjut Sukamta, akan terus mengkritisi dan mengawasi kebijakan holding BUMN khususnya sektor pertambangan dengan memastikan bahwa anak perusahaan BUMN yang ada tidak keluar dari strategi besar holding.
"Strategi pengelolaan BUMN harus dilakukan dalam upaya menguasai dan mengelola pertambangan nasional, sebagaimana amanah UUD 45 Pasal 33," katanya.
Diskusi ini menghadirkan pembicara anggota Komisi VI DPR Adang Daradjatun, Deputi Meneg BUMN Fajar Harry Sampurno, Direktur Eksekutif IRES Marwan Batubara, Dirut PT Inalum Budi Gunadi Sadikin dan Dirut PT Antam Arie Prabowo Ariotedjo
Jazuli mengatakan, diskusi ini dimaksudkan untuk membedah dan membahas tren kebijakan pemerintah terhadap BUMN antara lain menyangkut holding sejumlah BUMN, sekuritisasi aset, bahkan penjualan saham dan aset BUMN yang menimbulkan polemik dan kritisi masyarakat luas.
"Ini adalah bagian dari pelaksanaan tugas konstitusional pengawasan terhadap kebijakan pemerintah," katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ustaz Jazuli Sebut Pengeboman Masjid di Mesir Sangat Biadab
Redaktur & Reporter : Boy