jpnn.com, JAKARTA - Asido Hutabarat mengatakan ada dua skema hukum yang bisa dilakukan kreditur terhadap debitur yang tak kunjung menyelesaikan kewajibanya membayar utang. Skemanya, permohonan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Hal itu dia sampaikan ketika menjadi narasumber PKPA Angkatan VI DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) dan Ikadin bekerja sama dengan UPN Veteran Jakarta.
BACA JUGA: Sritex Dinilai Pailit Bukan karena Permendag, tetapi Mismanagement Utang
Khusus untuk kepailitan, pihak prinsipal, misalnya dalam hal ini kreditur yang merupakan suatu perusahaan apakah bisa mengajukannya secara langsung ke pengadilan niaga?
Asido selaku pemateri “Hukum Kepailitan dan Hukum Acara Pengadilan Niaga” mengatakan prinsipal atau kreditur tidak bisa secara langsung mengajukan permohonan pailit ke pengadilan niaga pada pengadilan negeri.
BACA JUGA: Dinyatakan Pailit, Sritex Buka Suara Terkait Putusan Pembatalan Homologasi
“Permohonan ini harus diajukan dan ditandatangani oleh advokat,” katanya dalam PKPA yang dihelat secara hybrid tersebut.
Asido menyampaikan dengan demikian, kreditur harus menggunakan jasa advokat. Demikian juga jika permohonan pailitnya diajukan oleh debitur.
BACA JUGA: DPC Peradi Jakbar Minta Calon Advokat Tak Meniru Perbuatan Kubu Razman yang Naik Meja Ketika Sidang
“Surat kuasa khusus dari direksi atau pengurus sesuai AD/ART (badan hukum),” ujarnya.
Surat permohonannya bermaterai diajukan kepada ketua pengadilan niaga pada pengadilan negeri, baik secara manual maupun elektronik. Kemudian, advokat harus menyampaikan izin beracara yang masih berlaku dari organisasi profesi advokat.
Selanjutnya, advokat harus menyertakan berita acara sumpah (BAS) dari ketua Pengadilan Tinggi (PT), AD/ART termasuk jika ada perubahannya, dan bukti awal utang kepada dua atau lebih kreditur yang dalam teori, salah satu utangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Namun praktiknya, dua-duanya harus sudah jatuh tempo.
“Dalam permohonan pernyataan pailit, pemohon dapat mengusulkan pengangkatan kurator,” ujarnya.
Adapun kuratornya, lanjut Asido, yaitu Balai Harta Peninggalan (BPH) atau perorangan yang memenuhi syarat. Permohonan dibuat rangkap sesuai jumlah pihak ditambah 4 eksemplar untuk majelis hakim dan arsip.
Selain itu, permohonan harus disertai dengan dokumen elektronik, yakni surat permohonan pailit dan daftar bukti. Permohonan yang diajukan secara elektronik dilakukan dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Administrasi dan Persidangan secara elektronik.
“Pasal 6 UU Nomor 37 Tahun 2004, ini syarat-syarat kita mengajukan permohonan pailit,” ujarnya.
Asido menjelaskan dalam bidang kepailitan dan PKPU saja banyak pekerjaan yang bisa dilakukan oleh advokat, di antaranya menjadi kurator dan pengurus, serta kuasa hukum pemohon (kreditur) atau termohon (debitur).
“Bukan kita (advokat) sebagai prinsipal ya. Jangan pernah sebagai prinsipal, termohon pula, lagi gitu ya gara-gara pinjol,” ujar Asido berseloroh.
Lebih lanjut Asido menyampaikan, sangat banyak yang bisa dikerjakan oleh advokat dalam bidang kepailitan dan PKPU. Terlebih lagi, saat ini dan ke depan kondisi ekonomi global masih gonjang ganjing.
“Jadi masih banyak perusahaan, subjek hukum yang mengalami kesulitan dalam keuangan, financial distress. Jadi peluangnya ini masih sangat banyak,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Asido juga menyampaikan pesan Ketua Umum (Ketum) DPN Peradi, Prof. Otto Hasibuan, kepada para peserta PKPA. Profesi advokat adalah officium nobile atau terhormat.
Advokat harus berkualitas primus inter pares sebagai penyeimbang dalam sistem hukum. Agar dapat menjadi profesi yang terhormat, advokat harus mempunyai tingkat kompetensi dan kejujuran yang tinggi.
Selanjutnya, jangan menghianati klien dan curang. Kemudian, memperjuangkan keadilan, bersedia mengerjakan perkara probono, dan mengundurkan diri sebagai kuasa hukum jika klien meminta melakukan perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan hati nurani, moral, dan etik. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan