Sritex Dinilai Pailit Bukan karena Permendag, tetapi Mismanagement Utang

Kamis, 31 Oktober 2024 – 15:30 WIB
Kepala Center for Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy (CENTRIS) Universitas Sahid Gloria Angelita Tomasowa angkat bicara soal pailit Sritex. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Center for Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy (CENTRIS) Universitas Sahid Gloria Angelita Tomasowa angkat bicara soal pailit Sritex.

Gloria menilai penyebab raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex pailit bukan karena Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang baru berlaku lima bulan terakhir.

BACA JUGA: Komisi IX dan Menaker Raker di DPR, Isu PT Sritex Pailit Jadi Sorotan

“Penyebab mereka (Sritex, red) pailit itu karena salah kelola utang. Itu sudah terjadi sejak 2020. Mereka salah mengelola utang baru untuk mencicil utang lama. Kalau secara bisnis, mereka sebetulnya baik-baik saja. Order lancar jaya,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Umum IKATSI, Shobirin F. Hamid juga menegaskan bahwa kebangkrutan Sritex disebabkan oleh masalah manajemen internal dan bukan gambaran dari kondisi industri tekstil nasional secara makro.

BACA JUGA: Sritex Cuma Salah Satu Korban Badai Besar di Industri Garmen

Lebih lanjut, Gloria mencatat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 baru berlaku pada 17 Mei 2024 sehingga Permendag tersebut tidak terkait dengan permasalahan yang dihadapi industri tekstil yang sudah terjadi sejak beberapa tahun sebelumnya.

“Penerbitan Permendag adalah revisi Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor guna penyelesaian kendala perizinan impor dan penumpukan kontainer di pelabuhan utama seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak,” tuturnya.

Gloria menjeaskan jika diteliti ketentuan impor komoditi Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Barang Tekstil Sudah Jadi Lainnya dalam Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan ketentuan impor dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023.

“Di situ terlihat, untuk impor TPT dan Barang Tekstil Sudah Jadi Lainnya, diwajibkan memiliki instrumen berupa Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan dengan persyaratan berupa pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian,” lanjutnya.

Gloria menyebutkan dengan melihat secara detail Permendag Nomor 8 Tahun 2024, justru aturan ini diberlakukan untuk mengatasi berbagai hambatan dalam proses impor dan mendukung kelancaran perdagangan di Indonesia.

Menurut Gloria, dengan kebijakan tersebut sebetulnya pemerintah berkomitmen untuk terus mendengar dan menanggapi masukan dari pelaku usaha demi menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Gloria menilai, pihak Sritex sebagai raksasa tekstil sebagai entitas terbuka di pasar modal dengan kode SRIL sebetulnya tidak jujur mengungkapkan ada masalah tata kelola keuangan mereka yang terjadi sejak 2020.

"Sritex sebetulnya tidak perlu mencari-cari kambing hitam terhadap persoalan yang disebabkan internal mereka. Justru harusnya pemilik Sritex duduk bersama pemerintah yang berkomitmen menyelamatkan industri padat karya tersebut," ungkap Gloria.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler