Askolani: Nilai Barang Tegahan Bea Cukai Mencapai Rp 12,5 Triliun

Kamis, 26 Agustus 2021 – 14:31 WIB
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani. Foto: Bea Cukai.

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan berhasil melakukan penindakan terhadap barang ilegal selama masa pandemi Covid-19. 

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menjelaskan pihaknya hingga Juli 2021 sudah melakukan penindakan 14.038 kasus, dan nilai yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 12,5 triliun. 

BACA JUGA: Penjelasan Bea Cukai Terkait Aturan Baru Rush Handling 

Menurutnya, nilai itu meningkat dari penindakan barang yang dilakukan sebelumnya pada pertengahan 2020 yang berjumlah Rp 6,3 triliun, dan 2019 senilai Rp 5,6 triliun. 

“Tahun 2021 nilainya mencapai Rp 12,5 triliun, naik dua kali lipat dibanding 2020 even sekarang baru Juli 2021. 

BACA JUGA: Bea Cukai Bersinergi dengan Instansi Lain Mendorong Realisasi Ekspor Daerah 

Tentunya tendensi akan menjadi basis kami dari sisi kepabeanan dan cukai," ungkap Askolani dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Kamis (26/8). 

Menurutnya, nilai barang tegahan yang diselamatkan itu berasal dari 14.000 lebih penindakan yang dilakukan sejak Juli, termasuk dalam Operasi Gempur Rokok Ilegal. 

BACA JUGA: Tantangan Sri Mulyani untuk Dirjen Baru Bea Cukai Askolani

Penindakan DJBC Kemenkeu meningkat dibanding 2020 yang mencapai 21.900, dan 2018 sebanyak 18.000. 

"Bulan Juli 2021 itu sudah 14.000 langkah penindakan yang kami lakukan, 50 persen lebih tinggi dari posisi 2020,” katanya.

Dia mengakui bahwa memang tantangan yang dihadapi di lapangan meningkat. “Itulah kenapa pencegahan lebih tinggi,” kata Askolani. 

Lebih lanjut dia menuturkan dari penindakan yang dilakukan tersebut, barang ilegal yang paling banyak ditemukan adalah rokok ilegal. Porsinya bahkan mencapai 41 persen dari seluruh barang tegahan Bea Cukai sepanjang 2021.

Sementara, minuman keras atau miras mencapai tujuh persen, narkoba tujuh persen, dan kendaraan enam persen.

"Intensitasnya di masa pandemi ini bukan menurun, malah ada tendensi meningkat. Barang tekstil ilegal juga ada, dan kemudian obat-obatan, kendaraan darat, mesin, besi, dan lain-lain," tutur dia.

Menurut Askolani, peredaran rokok ilegal kerap bermunculan setiap tahun. 

Berdasarkan kajian Universitas Gadjah Mada (UGM), persentase rokok ilegal di pasaran mencapai 4,8 persen.

Meski peredaran rokok ilegal di Indonesia lebih tinggi dibanding di Vietnam sebesar 23 persen, namun Askolani ingin menekan peredaran barang tersebut hingga mencapai tiga persen.

“Kami terus melakukan untuk mengurangi seminimal mungkin, maka harapan kami ini bisa menekan level di bawah 3 persen. Tentunya kami coba membina pelaku usaha dan memindahkan dari ilegal menjadi legal dan meningkatkan penerimaan cukai," pungkas Askolani. (djbc/mcr16/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : Boy
Reporter : Muhammad Naufal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler