jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pemberdayaan Informatika Boni Pudjianto menyampaikan Kemenkominfo telah mengukur indeks literasi digital, di mana aspek keamanan (digital) memiliki nilai terendah.
Di lain sisi, keamanan digital mungkin sangat terkait dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), karena selalu berhubungan dengan dokumen-dokumen penting.
BACA JUGA: 3 Poin DIM RUU ASN Tak Berpihak kepada Honorer & PPPK, Aduh
Oleh karena itu, Kemenkominfo bersama Kemenlu menyelenggarakan literasi digital sektor pemerintahan kepada SDM Kemenlu dan perwakilan RI beberapa waktu lalu.
Boni Pudjianto berharap para peserta yang mengikuti kegiatan tersebut makin cakap digital, mengetahui etika di ruang digital, hati-hati terhadap dampak ruang digital. Juga berperilaku sesuai identitas bangsa Indonesia di ruang digital.
BACA JUGA: Dilema 2,3 Juta Honorer: Daftar PPPK 2023 atau Pasrah jadi ASN Paruh Waktu
“Perlu diketahui kalau aspek yang masuk di internet bersifat tanpa batas, oleh karena itu setiap ASN harus dibekali literasi untuk merespons hal ini," kata Boni dalam keterangannya dikutip Senin (10/7).
Selain itu, lanjutnya, setiap ASN memiliki tanggung jawab netralitas karena akan menghadapi tahun politik 2024. Perlu diingat, ASN tidak boleh menggunakan ruang digital untuk mengampanyekan tokoh politik.
BACA JUGA: Ribuan Guru Honorer Mengincar Kursi PPPK sebelum Non-ASN Dihapus, Caranya Keren
Boni menegaskan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sangat disiplin dengan melakukan tracing. Diharapkan ASN Kemenlu mengikuti aturan yang diterbitkan KemenPAN-RB.
Sementara itu, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah menyebutkan jika perkembangan teknologi telah membawa perubahan yang sangat cepat dan memudahkan segala aktivitas sehari-hari termasuk dalam menunjang produktivitas kerja. Kemenlu selalu berkomitmen melakukan digital diplomasi untuk kedamaian, ekonomi, dan perlindungan WNI.
Demi menunjang pemanfaatan digital, ujar Teuku Faizasyah, adanya inisiasi Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 10 Tahun 2018 tentang pengelolaan media digital dan pedoman interaksi di media sosial. Melalui Permenlu ini, diharapkan agar SDM Kemenlu dapat memanfaatkan digital dengan baik.
Praktik diplomasi saat ini sudah berjalan dengan metode yang baru, untuk itu SDM Kemenlu perlu literasi digital dari waktu ke waktu. Dia berharap ASN memanfaatkan literasi digital untuk menunjang hal ini menjadi keterampilan termasuk sebagai pemahaman etika di ruang digital.
"Perlu diingat kalau jejak digital dapat merugikan ASN, untuk itu setiap aparatur diharapkan menjaga integrasi di manapun ia berada,” ujarnya.
Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto menyampaikan bahwa UU ITE sering diasosiasikan sebagai upaya pembatasan kebebasan berpendapat, padahal hadirnya peraturan ini meliputi larangan berbuat jahat dengan sasaran IT (seperti malware, hacking, dan lain sebagainya) dan larangan berbuat jahat menggunakan IT (seperti cyber gambling, cyber terrorism, dan lain sebagainya).
Widyaiswara Ahli Madya Kementerian Dalam Negeri RI Machmudan Sadik mengatakan data di ruang digital menjadi hal yang diincar oleh para pelaku kejahatan siber (cyber threat). Jika data berhasil diambil oleh para pelaku kejahatan maka bisa berkembang menjadi serangan siber (cyber attack). Dengan adanya ancaman dan serangan ini, maka diperlukan keamanan siber (cyber security) dan kecakapan digital untuk menangani ancaman ini.
“ASN yang bekerja di luar negeri tentu sangat membutuhkan kecakapan digital untuk menunjang pelayanan bagi WNI yang berada di luar negeri," ujar Machmudan. (esy/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad