jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki) masih berupaya mendapatkan kepastian hukum terkait Undang Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Sebelumnya, Aspataki mengajukan uji materi Pasal 54 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 82 huruf (a) serta Pasal 85 huruf (a) UU Nomor 18 Tahun 2017.
BACA JUGA: MK Gelar Uji Materi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Ketua Aspataki Saiful Mashud mengatakan, Pasal 54 itu tidak serta-merta dikenakan kepada perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia yang telah mendapatkan izin, tetapi kepada perorangan atau badan hukum yang ingin mendapatkan izin baru.
“Ini ada kesalahanan yang cukup fatal dan merugikan konstitusi anggota kami,” kata Saiful Mashud, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/3).
BACA JUGA: Aspataki Award Ganjar Penghargaan untuk 11 Wakil Pemerintah
Terkait hal tersebut, Saiful Mashud, akan mengirimkan surat ke DPR RI dan pemerintah agar segera membuat Undang Undang tentang penempatan PMI ke luar negeri sebagai amanat Pasal 33 dan 34 UU 13/2003.
Menurut Saiful, UU No 39/2004 tentang Pelindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia yang dianggap Sebagai UU pelaksanaan atas UU No 13/2003 telah disebutkan dengan jelas dalam Pasal 89 UU 18/2017 bahwa UU 39/2004 dianggap tidak berlaku.
BACA JUGA: Kemnaker Terus Sempurnakan Aturan Turunan UU Pelindungan Pekerja Migran
“Sehingga wajar muncul kegaduhan, bahkan nyaris UU 18/2017 tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah, 42 LTSA tidak berfungsi sesuai peruntukanya,” ujar Saiful.
“Selain itu, pelaksanaan pelatihan oleh pemerintah (pasal 39, 40, 41) tidak dapat dilaksanakan karena UU tentang Penempatan ke luar negeri sebagai perintah pasal 33 dan 34 UU No 13/2017 hingga saat ini belum dibuat oleh DPR kita, dan UU 18/2017 Adalah Undang Undang Pelindungan,” sambungnya.
Diketahui, Aspataki menggugat Pasal 82 huruf a yang memuat pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar bagi setiap orang yang sengaja menempatkan calon PMI pada jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan calon PMI.
Mahkamah Konstitusi telah menggelar sidang uji materi UU No 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Pada sidang keenam yang digelar pada Selasa (10/3) beragendakan mendengar keterangan ahli pemohon, yaitu Prof Dr Hadi Shubhan, SH. MH. CN dari Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Abdul Rachmad Budiono, SH, MH dari Universitas Brawijaya Malang, dan Prof Dr Amiruddin, SH, M hum dari Universitas Mataram Lombok.(mg7/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh