jpnn.com - SURABAYA - Jumlah warga Surabaya yang mengajukan gugatan cerai terus menunjukkan grafik menanjak. Paling tidak berdasar perhitungan tiga bulan pertama 2016. Pengajuan gugatan untuk mengakhiri rumah tangga itu masih didominasi pihak istri.
Setiap hari setidaknya ada 17 perempuan yang mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama (PA) Kelas I Surabaya.
BACA JUGA: Gawat! 2035 Banjarmasin Bakal Penuuuuhhh
Jumlah tersebut berdasar pada data perkara gugatan cerai di PA mulai Januari sampai Maret. Selama tiga bulan, ada 1.073 cerai gugat yang diajukan istri ke pengadilan. Tiap bulan ada 340–384 perkara yang masuk.
Per hari, dengan asumsi gugatan diajukan pada hari kerja (lima hari), Senin–Jumat, rata-rata ada 17 istri yang melayangkan gugatan cerai.
BACA JUGA: Kabar Terbaru Pelantikan Gubernur Kalteng
Wakil Ketua PA Surabaya Atifatur Rahmaniyah mengatakan, dominasi cerai gugat masih kuat. Jumlahnya selalu lebih tinggi daripada cerai talak yang diajukan pihak suami. Perbandingannya mencapai 2:1.
”Zaman sekarang, perempuan lebih berani mengajukan gugatan cerai,” tegas Atifah, sapaan Atifatur Rahmaniyah.
BACA JUGA: Soal Moratorium Lahan, Ini Saran Walhi Kalteng
Banyak alasan yang disampaikan pihak istri dalam pengajuan gugatan. Di antaranya, kaum hawa semakin sadar dengan hak-hak mereka.
Mereka tidak lagi membiarkan dirinya ”dianiaya” suami. Baik secara fisik maupun batin. Terutama bagi perempuan yang bekerja. Mereka merasa mandiri dan bisa menghidupi diri sendiri. Dengan begitu, saat hak dilanggar, mereka berani menceraikan suami.
”Daripada hidup berdua, nafkah tidak dikasih, dikasari terus, mereka lebih memilih pisah,” lanjut Atifah.
Perempuan yang berani mengajukan gugatan bukan hanya mereka yang masuk golongan pekerja mapan dengan gaji tinggi dan pegawai negeri sipil (PNS) dengan jabatan mentereng.
Akhir-akhir ini, lanjut Atifah, justru banyak perempuan yang memiliki pekerjaan biasa yang mengajukan gugatan. Tidak sedikit di antara mereka yang menjadi pekerja pabrik dengan pendapatan yang cukup untuk biaya sehari-hari.
Golongan tersebut biasanya memiliki pertimbangan lain untuk berpisah dari pasangan. Mereka tidak nyaman menjalani kehidupan rumah tangga bersama suami. Misalnya, suami berselingkuh atau adanya gangguan pihak ketiga.
”Banyak sekali alasan yang diajukan istri saat bercerai,” tegas mantan ketua PA Gresik tersebut.
Ada pula istri yang mengajukan cerai karena suaminya ”hilang”. Pergi dalam waktu cukup lama dan tidak kembali sampai-sampai istri tidak tahu lagi keberadaan suami. Akhirnya sang istri mengajukan gugatan cerai gaib karena suami tidak terdeteksi.
Hal itu dialami Dewi (bukan nama sebenarnya). Dia sengaja mengajukan cerai gugat agar statusnya jelas. Dia ditinggalsuaminya,Rudi(juganama samaran), selama sepuluh tahun. Perempuan 41 tahun itu mengaku lega bisa sidang cerai setelah empat bulan
menunggu.
Ibu dua anak tersebut harus bersabar untuk mendapatkan status baru sebagai janda. Untuk suami yang tidak diketahui rimbanya, pemanggilan tidak hanya disampaikan dengan surat. Tetapi, juga melalui radio atau media lain.
”Kan tidak diketahui alamat jelas suami,” ujarnya.
Dewi bertahan dengan kesendirian karena masih berharap Rudi kembali ke pelukannya. Selain itu, dia mempertimbangkan kedua anaknya. Selama dua puluh tahun, Dewi bersatus istri Rudi. Tapi, mereka tidak hidup bersama.
Tahun ini, selama tiga bulan, pengadilan menerima 1.573 perkara cerai. Baik diajukan pihak perempuan maupun laki-laki.
Bila dirata-rata secara keseluruhan, jumlah warga Kota Pahlawan yang mengajukan cerai setiap hari cukup tinggi. Jumlahnya lebih dari 26 orang dengan pengajuan gugatan selama hari kerja saja. (may/c7/ady)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemprov Kaltim Butuh Rp 3,9 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi