Astana Anyar

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 08 Desember 2022 – 18:27 WIB
Anggota polisi membawa keranda berisi jenazah almarhum Aiptu Anumerta Sofyan saat upacara serah terima untuk pemakaman secara kedinasan di rumah duka kawasan Cibogo, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). Aiptu Anumerta Sofyan merupakan korban meninggal dunia dalam peristiwa ledakan bom bunuh diri di Markas Polsek Astanaanyar. Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi/rwa

jpnn.com - Di Piala Dunia Qatar timnas Maroko meledak menghancurkan Spanyol yang pernah menjadi juara Eropa 2008 dan juara dunia 2010.

Ledakan timnas Maroko akan lebih dahsyat lagi kalau akhir pekan ini bisa mengalahkan Portugal di perempat final.

BACA JUGA: BPIP Kecam Aksi Bom Bunuh Diri yang Menewaskan Anggota Polisi

Kemenangan Maroko dianggap sebagai kemenangan Islam yang dirayakan kaum muslim di seluruh dunia.

Sementara itu di Astana Anyar, sebuah kecamatan di Kota Bandung, juga terjadi ledakan pada Rabu (7/12).

BACA JUGA: Densus 88 Bergerak Menyelidiki Pelaku Bom Bunuh Diri di Markas Polsek Astana Anyar

Bedanya, kali ini yang meledak adalah sebuah bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar.

Pelaku ledakan, Agus Sujatno alias Abu Muslim—yang diduga berafiliasi dengan organisasi Jamaah Ansharut Daulah, JAD--tewas dalam aksi itu.

BACA JUGA: 8 Besar Piala Dunia 2022: Begini Prediksi Komputer Super

Seorang polisi juga tewas dan beberapa luka.

Ledakan di Qatar adalah simbol kemenangan Islam, sementara ledakan di Astana Anyar adalah simbol kekalahan (sebagian kalangan) Islam.

Dua wajah Islam itu berbalik 180 derajat. Qatar memamerkan kepada dunia wajah Islam yang ramah, damai, sejahtera, modern, dan global.

Qatar dan Maroko melakukan jihad melalui sepak bola, sementara anggota JAD di Astana Anyar berjihad dengan bom.

Astana Anyar mungkin menjadi satu nama tempat di Bandung yang terkesan unik, kalau tidak disebut ganjil.

Nama Astana Anyar diambil dari Bahasa Sunda yang berarti kuburan atau pemakaman baru.

Pada masa pemerintahan kolonial di awal abad ke-20 banyak pedagang di Bandung berjualan di sembarang tempat di sebuah pasar yang kemudian habis terbakar. Maka pemerintah kolonial Belanda membangun Pasar Baru.

Pemerintah kolonial juga melakukan penataan di wilayah itu. Maka kemudian dibangun Kuburan Baru, atau dalam Bahasa Sunda disebut Astana Anyar.

Dulu Bandung pernah mendapat julukan “kota kuburan”, karena banyaknya kawasan kuburan di beberapa wilayah.

Kawasan Banceuy merupakan area pemakaman untuk warga Tionghoa dan Eropa. 

Untuk warga pribumi, penguburan jenazah umumnya dilakukan di pekarangan rumah sendiri.

Pemerintah Hindia Belanda akhirnya melarang praktik penguburan tersebut, lalu mengubah kawasan Sirnaraga dan Astana Anyar menjadi pemakaman umum untuk warga pribumi.

Meski demikian, bukan berarti Astana Anyar menjadi wilayah yang  penuh kuburan. Tempat pemakaman umum Astana Anyar memang ada, tetapi posisinya terletak di tengah permukiman penduduk yang padat.

Salah satu tempat yang terkenal di kecamatan ini ialah tukang loak atau barang-barang bekas yang terhampar di pinggir Jalan Astana Anyar.

Hampir semua kebutuhan otomotif maupun rumah tangga ada di situ. Tempat ini selalu ramai dan menjadi lokasi berburu barang bekas yang menjadi jujukan warga Bandung.

Kuburan yang berhimpitan dengan pemukiman penduduk, dan pasar loak yang setiap hari ramai dengan transaksi, menjadi salah satu indikator sosial-ekonomi kelas rakyat.

Di antara kesulitan hidup yang pengap itu aktivitas JAD mulai muncul.

Pada 2017, sebuah bom panci meledak di kawasan Cicendo, Kota Bandung. 

Jenis bom yang meledak adalah bom panci yang memiliki kekuatan 5.300 meter per detik dan masuk golongan high explosive primer.

Bom jenis ini sensitif terhadap gesekan dan panas.

Pelaku Yayat Cahdiyat ditembak mati polisi sewaktu bersembunyi di kantor Kecamatan Cicendo seusai meledakkan bom panci di Taman Pandawa.

Tak lama setelah itu, polisi menangkap Agus Sujatno alias Abu Muslim.

Agus Sujatno berprofesi sebagai teknisi listrik.

Dia diduga berperan dalam menyediakan pendanaan dan kemudian merakit bom sendiri.

Abu Muslim memiliki semacam laboratorium di rumahnya yang digunakan sebagai tempat merakit bom.

Dari tangan Agus Sujatno, polisi menyita beberapa barang bukti, di antaranya panci, paku, kabel, parafin, korek api kayu, baterai, kaleng, selotip, saringan, botol pembersih keramik, asam nitrat, HCL, aseton, dan hidrogen peroksida.

Lima tahun kemudian Abu Muslim muncul lagi dan kali ini dia naik pangkat.

Dari sebelumnya perakit bom sekarang menjadi pengantin bom bunuh diri.

Pengantin adalah sebutan untuk jihadis yang siap meledakkan diri dengan bom.

Abu Muslim akhirnya tewas oleh ledakan bom yang mungkin dia rakit sendiri dan dia pasang sendiri ke badannya.

Aktivitas JAD masih belum redup meski pemerintah Indonesia sudah membekukan organisasi itu pada 2018.

Serangan oleh Abu Muslim ini menjadi bukti bahwa jaringannya belum mati.

Abu Muslim bebas pada Maret 2021 seusai menjalani hukuman empat tahun di Lapas Nusakambangan.

Abu Muslim tewas, tetapi tidak berarti jaringan JAD ikut terkubur.

Sel-sel jaringan itu masih tetap hidup dalam jangka yang lama dan sangat mungkin akan aktif kembali dalam situasi yang matang.

Potret Qatar dan potret Astana Anyar ini memantik pertanyaan lama yang pernah diungkapkan oleh Prof. Bernard Lewis, ‘’What Went Wrong?’’, Apa yang Salah dengan Islam dan orang-orang muslim ini?

Bernard Lewis, lahir di Inggris, merupakan Professor di Pusat kajian Timur Dekat, Emeritus Cleveland E. Dogde di Universitas Princeton.

Dia telah menulis lebih dari 20 buku  mengenai Islam, dan salah satu yang populer adalah ‘’What Went Wrong?’’

Lewis mempertanyakan mengapa Islam yang pernah jaya dan mempunyai peradaban yang cemerlang berubah menjadi peradaban yang ketinggalan dari Barat.

Lewis menganalisis akar sejarah munculnya kebencian terhadap Barat yang mendominasi dunia Islam saat ini dan yang makin sering diwujudkan dalam berbagai tindakan teror.

Dia mengupas cikal-bakal teologi Islam politik hingga bangkitnya Islam militan di Iran, Mesir, dan Arab Saudi, serta menganalisis dampak dari ajaran Wahabi yang radikal, dan uang hasil minyak Arab terhadap seluruh dunia Islam.

Kebencian terhadap Barat memiliki sejarah yang panjang dan beragam di negara-negara Islam.

Kemudian  perasaan tersebut diarahkan ke Amerika dalam beberapa dasawarsa terakhir setelah Perang Dunia II.

Tindakan bom bunuh diri yang dalam gerakan Islam disebut sebagai bom syahid, juga fenomena lama.

Kekerasan atas nama agama terjadi pada semua agama, bukan hanya Islam.

Akan tetapi, Islam menjadi paling menonjol karena dianggap sebagai pesaing Barat yang Kristen sebagaimana diungkapkan oleh Huntington dalam The ‘’Clash of Civilization’’ atau Benturan Peradaban.

Amerika menjadi superpower dunia setelah menjadi pemenang Perang Dunia II bersama Sekutu Barat.

Sejak itu Amerika mengarahkan kekuatannya untuk menundukkan Timur Tengah yang dianggap sebagai episentrum peradaban Islam.

Pemihakan Amerika terhadap Israel yang cenderung membabi buta, menimbulkan kebencian yang meluas di dunia Islam.

Israel dianggap merampas tanah warga Palestina dan dengan semena-mena melakukan pembunuhan terhadap warga sipil.

Amerika menjadi godfather Israel dan karena itu menjadi sasaran kemarahan yang luas di kalangan dunia Islam.

Perang peradaban melawan Amerika dan Barat dilakukan di berbagai front dengan berbagai cara yang sama-sama disebut sebagai jihad.

Aktivis JAD melakukan jihad  dengan memakai bom untuk menghancurkan negara yang dianggap sebagai thaghut.

Para emir Qatar melakukan perlawanan dengan caranya sendiri.

Mereka menggunakan uang dan kekayaan untuk menyelenggarakan Piala Dunia yang extravagant.

Itulah jihad dalam versi lain yang lebih canggih dan modern. (**)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler