Asumsi Makro APBN 2011 Dinilai Tak Relevan Lagi

Pemerintah Siapkan Revisi

Selasa, 12 April 2011 – 12:42 WIB

JAKARTA — Meski mengaku sudah berupaya untuk menunggu stabilnya kondisi global, namun sepertinya pemerintah tidak bisa lagi mempertahankan asumsi makro dalam APBN 2011 karena dinilai sudah tidak relevan.

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah saat ini mulai menyiapkan skema revisi asumsi makro APBN 2011Alasannya, karena lonjakan harga minyak dunia dan penguatan rupiah terhadap dolar AS yang semakin menekan asumsi makro APBN 2011 yang sudah diketok bersama DPR RI.

"Yang kita diskusikan harus realistis

BACA JUGA: Indonesia Timur Diterangi 10 Pembangkit Baru

Karena melihat ICP (harga minyak) sudah jauh dari perkiraan
Range minyak sekarang sudah USD113 per barel dari (asumsi) USD90-95 per barel," kata Hatta.

Meski naiknya harga minyak itu juga menambah pemasukan bagi APBN, namun pengeluaran untuk subsisi juga melonjak

BACA JUGA: Terus Terapresiasi, Kurs Rupiah Direvisi

Selain itu, target lifting minyak Indonesia sebesar 970 ribu barel per hari diperkirakan juga akan meleset.

"Lifting tampaknya meleset
Saya minya BP Migas dan ESDM optimal dulu bekerja, baru nanti ada patokan berapa," kata Hatta.

Karenanya Hatta berharap, melsetnya target lifting tidak sampai melebihi angka 10 ribu barel per hari

BACA JUGA: Infrastruktur Minim, Investor Lari

Saat ditanya alasan tidak tercapainya target, menteri yang juga Ketua Umum PAN ini enggan untuk menjawabnyaYang penting, katanya, segala usaha dan upaya akan dilakukan untuk mencapai target.

Yang hampir dipastikan mengalami revisi dalam asumsi makro APBN 2011 adalah harga minyak (ICP) dan nilai tukar rupiahNamun Hatta mengaku tidak berwenang melakukan spekulasi.

"Tugas Menko ekonomi bukan meramal inflasi tapi mengendalikan inflasiJangan berspekulasi dengan inflasi karena ada ekspektasi inflasi yang berbahaya," katanya.

Sementara dari asumsi pertumbuhan ekonomi (Growth), Hatta justru optimis bisa melebihi targetBila dalam asumsi dipatok 6,4 persen, pemerintah memprediksi angka pertumbuhan bisa mencapai 6,7 persen.

"Tapi lebih bagus kita biarkan 6,4 persen karena kita prudent (berhati-hati)Tidak terlalu konserfatif, tapi tidak terlalu over optimistik jugaKita sependapat untuk menjaga harga energi, harga pangan dan tekanan terhadap inflasi," kata Hatta.

Sedangkan penguatan rupiah terhadap dolar AS yang saat ini di bawah Rp9.000, Hatta menyebutnya sebagai hal positifHanya saja tetap ada kekhawatiran, penguatan rupiah akan menggangu ekspor

"Sepanjang pesaing kita mengalami penguatan juga, maka penguatan rupiah akan mengurangi beban bunga kita dan beban ekonomi lainnyaPenguatan rupiah juga menunjukkan indikator makro kita itu bagus," kata Hatta.(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KEN Wacanakan Kebutuhan Investasi Rp 4000 T


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler