JAKARTA - Apresiasi tajam nilai tukar rupiah membuat pemerintah harus merevisi asumsi kurs dalam APBN Perubahan 2011 yang akan dibahas pada pengujung triwulan kedua tahun iniPemerintah mungkin bakal mengusulkan asumsi Rp 9.000 per 1 USD atau lebih kuat dibanding asumsi sebelumnya, yakni Rp 9.250 per 1 USD.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bambang P.S
BACA JUGA: Infrastruktur Minim, Investor Lari
Brodjonegoro menuturkan, asumsi Rp 9.000 merupakan level yang paling aman digunakan dalam menghitung anggaranDia menyatakan, pemerintah juga akan tetap memantau kecenderungan nilai tukar hingga menjelang tengah tahun
BACA JUGA: KEN Wacanakan Kebutuhan Investasi Rp 4000 T
"Jadi, nanti kita lihatlah sampai Mei, berapa kecenderungannya," ujarnya.Pemerintah juga akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk menentukan asumsi kurs
Bambang menegaskan, apresiasi nilai tukar rupiah saat ini belum sampai menggerus daya saing ekspor
BACA JUGA: Pemerintah Belum Minat Dongkrak Ekspor Energi
Indikasinya, kata dia, neraca perdagangan Indonesia masih kompetitif"Sejauh ini, pengamatan sejak tahun lalu, meski rupiah terus terapresiasi, ekspor tetap tumbuh," tegasnya.Penguatan rupiah juga dinilai masih positif bagi industri di tanah airSebab, sebagian barang manufaktur yang diekspor juga menggunakan komponen imporKarena itu, jika nilai tukar rupiah menguat, biaya input dari impor menjadi lebih rendahSelain itu, penguatan nilai tukar terjadi merata di kawasanDengan demikian, hal tersebut tidak banyak memengaruhi daya saing.
Bambang menambahkan, selain kurs rupiah, pemerintah akan mengubah asumsi dasar lainnyaYakni, harga minyak mentah Indonesia (ICP), produksi siap jual (lifting) minyak, serta volume konsumsi BBM bersubsidiDia menyatakan, konflik politik dan keamanan di Libya berlangsung di luar perkiraan"Jadi, antara Juni-Juli itu, kita akan revisi APBN," katanya(sof/c5/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penguatan Rupiah Belum Ganggu Ekspor
Redaktur : Tim Redaksi