Atasi Calon Tunggal, Permudah Calon Perseorangan

Rabu, 29 Juli 2015 – 23:25 WIB
Foto ilustrasi.dok.Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf meminta partai politik melalui kader-kadernya di DPR mempermudah peluang calon kepala daerah perseorangan dengan cara mengubah undang-undang pilkada.

Membuka peluang menurutnya, masih lebih baik daripada membiarkan pemerintah membuat Perppu.

BACA JUGA: KPUD Labuan Bajo Diyakini Punya Pertimbangan Khusus

“Saya yakin jika syarat calon perseorangan dibuat ringan, maka akan banyak calon yang muncul sehingga permasalahan calon perseorangan bisa diatasi. Mengeluarkan perpu agar tetap ada pilkada meski cuma ada calon tunggal, jelas tidak demokratis.Kalau mau demokratis, mudahkan syarat calon independen,” ujar Asep ketika dihubungi, Rabu (29/7).

Saat ini lanjutnya syarat calon perseorangan sangat berat karena harus mengumpulkan dukungan suara 6,5 persen dari jumlah penduduk, dibuktikan dengan foto copy KTP masyarakat. Ibaratnya menurut Asep, calon perseorangan sudah dipersulit dari sejak mendaftar.

BACA JUGA: Kemendagri Deteksi Potensi Kisruh akibat Calon Tunggal

”Dulu syaratnya cuma 3,5 persen, kini dinaikkan. Semakin berat calon perseorangan untuk maju. Ibaratnya belum bertarung dan berkompetisi dalam pilkada saja, mereka sudah diperberat untuk maju dengan berbagai persyaratan tersebut,” tegasnya.

Munculnya calon tunggal di beberapa daerah menurut Asep, indikasi bahwa partai politik gagal menjalankan fungsinya mencetak kader pemimpin bangsa. Harusnya partai politik tidak bersikap rendah diri terhadap calon yang dianggap kuat sehingga tidak mau mengajukan calon.

BACA JUGA: Awas, Calon Boneka Bermunculan di Pilkada

"Sudah membuat persyaratan sulit untuk anak bangsa menjadi pemimpin di daerah melalui syarat yang berat bagi calon independen, ternyata partai politik juga tidak memanfaatkan hal itu. Ibaratnya partai politik sudah dikasih hak monopoli, tapi dia tidak gunakan haknya. Itu kan jadi kelihatan tidak benar,” tegasnya.

Alasan partai enggan mengajukan calon saat petahana memiliki dukungan kuat menurut Asep, juga tidak masuk akal. Demokrasi itu mesyaratkan adanya pemilihan. Jika pilkada dilakukan dengan calon tunggal, maka namanya bukan pemilihan, tapi penunjukkan.

“Kalau seperti ini kan sama saja dengan upaya mengembalikan pemerintahan sentralistik dan tidak ada otonomi.Tidak mungkin ada satu calon mendapatkan dukungan 100 persen meski dia hebat. Seperti Surabaya, memangnya cuma Risma yang mampu memimpin Surabaya? Apa memang tidak ada yang lebih baik dari dia? Bagaimana membuktikan hal itu kalau tidak ada pembandingnya,” tegas Asep.

Terkait wacana agar dibuat kotak suara kosong untuk melawan calon tunggal, Asep mengatakan bahwa hal itu pernah ada aturannya yaitu UU Desa nomor 5 tahun 1979. Namun hal itu sudah tidak sesuai lagi dengan era saat ini.

”Dulu dalam pemilihan kepala desa memang ada aturan seperti itu. Calon tunggal lawan bumbungan kosong. Kalau bumbungan yang menang, maka harus ada calon lain,” ungkapnya. (fas/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Yakin tak Akan Ada Calon Boneka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler