jpnn.com - SURABAYA - Peraturan wali kota (perwali) Surabaya tentang pembentukan pengurus RT, RW, dan lembaga ketahanan masyarakat kelurahan (LKMK) belakangan mengundang protes dari kalangan dewan.
Peraturan yang disahkan pada 24 Oktober tersebut dikhawatirkan mengebiri hak politik ratusan ribu warga Surabaya.
BACA JUGA: Kebun Binatang Bandung Diduga Terlibat Perdagangan Hewan Langka
Dalam perwali tersebut, tepatnya pasal 5 angka 1 huruf G, disebutkan bahwa calon pengurus RT, RW, dan LKMK diharuskan tidak terlibat dalam kepengurusan maupun menjadi anggota partai politik (parpol).
Hal itu dibuktikan dengan surat pernyataan.
BACA JUGA: Utusan Obama Datangi Masjid Cheng Hoo
Kepala Bagian Pemerintahan dan Otonomi Daerah Surabaya Eddy Christijanto menyatakan, larangan untuk menjadi anggota parpol didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 Tahun 2007.
''Saat penyusunan kok ya kami temukan ada permendagri ini,'' kata Eddy.
BACA JUGA: Tidak Pakai Kondom, Kena Denda Sampai Rp 3 Juta
Pemkot sebenarnya enggan memasukkan pasal tersebut.
Namun, Eddy mengaku telah berkonsultasi dengan pakar hukum dari Universitas Airlangga (Unair) serta Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkum HAM) Jatim.
''Semuanya sudah kita ajak konsultasi. Hasilnya, poin tersebut memang harus dimasukkan,'' ungkapnya.
Meski demikian, pemkot memberikan keringanan dengan satu bentuk yang disebut Eddy sebagai diskresi.
Yakni, apabila tidak ada calon nonparpol yang bersedia menjadi pengurus RT, RW, dan LKMK, pengurus dari unsur parpol bisa menjabat.
Eddy menyebutkan, Desember tahun ini banyak pengurus RT, RW, dan LKMK yang purnatugas.
Karena itu, pemkot menyusun aturan baru tentang pemilihan dan pengangkatan.
Termasuk hal-hal lain yang belum diatur dalam perwali lama.
Otomatis larangan menjadi anggota parpol itu berlaku untuk rekrutmen ketua RT, RW, dan LKMK yang baru.
Untuk mereka yang masih dalam masa jabatan, berlaku perwali lama.
''Ini cuma berlaku untuk periode tiga tahun mendatang,'' tuturnya.
Sementara itu, Komisi A DPRD Surabaya menganggap persyaratan tersebut berlebihan.
Wakil Ketua Komisi A Adi Sutarwijono khawatir pasal itu mengebiri banyak hak politik warga Surabaya.
''Ada ribuan RT dan RW di Surabaya. Kalau masing-masing punya 10 pengurus saja, ratusan ribu bakal kehilangan hak politik,'' katanya.
Politikus PDIP itu mengungkapkan, pasal larangan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
''Dalam UUD juga disebutkan bahwa setiap warga negara punya hak berserikat dan berkumpul,'' ujarnya.
Menurut Awi, sapaan akrabnya, permendagri tersebut adalah produk lama yang disandarkan pada UU No 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Padahal, UU Pemda sudah diubah ke UU No 23 Tahun 2014. Dia juga heran dengan kemendagri yang tidak kunjung mencabut permen tersebut.
''Saya masih ingat permen itu dibuat pada masa Mendagri Mohammad Ma'ruf,'' katanya.
Awi menuturkan, pada 2013 rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai pembentukan pengurus RT, RW, dan LKMK diusulkan.
Namun, pansus memilih tidak meneruskan pembahasan karena rawan gugur ketika dihadapkan pada ketentuan yang lebih tinggi.
Pada tahun ini, sebenarnya juga telah dijadwalkan pembahasan raperda tentang pembentukan pengurus RT dan RW dalam program legislasi daerah (prolegda).
Namun, hingga saat ini belum ada pembahasan dari DPRD sampai wali kota mengeluarkan keputusan sendiri. Akhirnya nasi telanjur menjadi bubur.
''Saya minta BPP (Badan Pembentukan Perda, Red) segera melakukan pembahasan,'' tegasnya.
Komisi A juga akan berkomunikasi dengan kemendagri agar ada perimbangan untuk mencabut permendagri lama tersebut.
''UU Parpol dan UU HAM juga harus menjadi konsiderans dalam raperda RT dan RW nanti,'' ujar Awi. (tau/c7/oni/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesawat Caribou Ditemukan Hancur Berkeping-keping, 4 Kru Tewas
Redaktur : Tim Redaksi