jpnn.com - JAKARTA - Aturan penjualan rokok dengan kemasan bergambar seram (picture health warning/PHW) akibat tembakau, berlaku efektif mulai kemarin (24/6).
Tetapi di lapangan, masih banyak rokok dengan kemasan lama yang terpajang di kios-kios hingga minimarket. Dalih penjual, rokok-rokok dengan desain lawas itu adalah stok lama.
Pemantauan di lapangan kemarin diantaranya di beberapa mini market di sepanjang jalan raya di daerah Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Di jalan raya "pintu masuk" Jakarta ini, terdapat banyak mini market waralaba.
Dari lima unit mini market yang dikunjungi, rokok-rokok papan atas Indonesia masih menggunakan kemasan lama. Sejumlah kasir mengaku tidak tahu aturan baru tentang kemasan rokok. Mereka menuturkan bahwa rokok-rokok yang terpajang itu adalah stok lama.
BACA JUGA: Kejar Pertumbuhan 5,8 Persen
Di salah satu mini market, ada rokok yang impor yang sudah menggunakan gambar peringatan seperti tertuang dalam aturan PP 109/2012.
Di sejumlah mini market, khususnya yang memiliki banyak titik kasir, pemuatan gambar seram itu tidak tampak. Sebab penempatan rokoknya disusun dengan cara ditidurkan.
Dengan demikian yang terlihat oleh pengunjung toko hanya bagian sisi-sisinya saja yang tidak terkena aturan gambar seram. Seperti di ketahui, gambar sera mini hanya di pasang di bagian depan dan belakang kemasan rokok. Dengan porsi 40 persen dari total luas kemasan rokok.
Bagi pembeli yang sudah kecanduan rokok, pemberian gambar penyakit akibat tembakau itu masih belum terlalu membuat takut. "Karena rokok sudah bikin kecanduan. Tidak terpengaruh pemuatan gambar itu," kata salah satu pembeli rokok.
Komentar lain disampaikan Larasati, mantan pencandu rokok yang suaminya masih perokok. Dia mengatakan pemuatan gambar seram itu dalam jangka waktu dekat tidak akan berdampak pada si perokok.
"Tetapi menurut saya, justru berdampak pada orang-orang di sekitar perokok aktif," katanya. Dia mengatakan dengan gambar-gambar seram itu, orang di sekitar perokok aktif akan memintanya untuk stop merokok. Dengan desakan yang terus-menerus, bisa jadi si perokok aktif tadi mulai mengurangi rokok dan akhirnya benar-benar berhenti.
Selain di mini market, rokok-rokok yang di jual di kios-kios masih menggunakan kemasan lama. Sistem penjualan rokok di kios-kiso ada dua jenis. Pertama si pemilik kios mengeluarkan uang dulu untuk berbelanja rokok yang akan dijual. Untuk kasus ini, alasan menghabiskan stok lama mungkin masih diterima.
BACA JUGA: Piala Dunia, Konsumsi Kopi Naik 30 Persen
Karena mereka bisa menanggung rugi jika rokok-rokok itu di-sweeping. Tetapi perlu diperhatikan, untuk selanjutnya mereka harus kulakan rokok dengan aturan bungkus yang benar.
Sistem kedua, perusahaan rokok atau distributor titip rokok ke kios-kios untuk dijualkan. Pada aturan ini, distributor harus aktif menjalankan regulasi pemerintah. Sejak kemarin, mereka harus menyetop mendistribusikan rokok-rokok yang tidak menggunakan aturan pencantuman gambar seram. Secara teknis, rokok-rokok di kemasan lama bisa dimasukkan ke kemasan yang baru.
Dari industri rokok, tidak ada penolakan keras terhadap aturan pemerintah ini. Head of Regulatory Affairs, International Trade, and Communication PT HM Sampoerna Tbk Elvira Lianita mengatakan senantiasa mendukung regulasi tembagai yang berimbang di Indonesia.
"Regulasi ini untuk menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap permasalahan rokok. Kami komitmen mematuhi PP 109/2012," ujarnya kemarin. Pada saat bersamaan juga harus menjamin masa depan jutaan rakyat Indonesia yang penghidupannya bergantung pada sektor tembakau.
Terkait peringatan kesehatan pada kemasan rokok, dia menuturkan Samporna mendukung visualisasi pesan kesehatan serta informasi penyakit dan ketergantungan yang ditimbulkan. Menurutnya kewajiban mencantumkan peringatan itu bertujuan agar konsumen mendapatkan peringatan dampak merokok terhadap kesehatan dengan jelas.
"Namun demikian kami tidak mendukung ukuran peringatan kesehatan yang terlalu berlebihan," ujarnya. Sebab pabrikan rokok harus tetap memiliki ruang atau space utnuk mencantumkan merek dagangannya.
Dia menegaskan saat ini Sampoerna telah mulai memproduksi dan memasarkan rokok dengan mencantumkan peringatan kesehatan bergambar di setiap kemasannya. Peringatan kesehatan bergambar itu diterapkan sesuai dengan masa penyesuaian yang diberikan pemerintah dan berlaku efektif sejak kemarin.
"Kami percaya pemerintah menerapkan PP 109/2012 secara konsisten dan wajar," katanya. Sehingga tetap dapat mewujudkan iklim persaingan yang sehat di antara pabrikan rokok. Sekaligus memberikan informasi yang jelas mengenai dampak merokok terhadap kesehatan.
Melihat kondisi ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang didaulat untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PP ini juga merasa geram. Banyak industri yang tidak melaksanakan kewajibannya di lapangan.
Roy menuturkan, BPOM telah melakukan pengawasan dan pemeriksaan disejumlah sarana produksi rokok dan pasar-pasar. Hasilnya, belum semua produk rokok ber-PWH. Peraturan yang mewajibkan mereka mengedarkan rokok dengan PWH, justru disalah artikan dengan baru mencetak bungkus rokok tersebut kemarin.
"Laporan ke kami belum semua. Padahal sesuai peraturan perundangan kan memang harus hari ini (kemarin) sudah ada. Tapi ternyata, kepatuhan mereka tidak semuanya. Kami cukup prihatin," ujar Kepala BPOM Roy Sparingga saat dihubungi kemarin.
Roy sendiri tidak terlalu kaget dengan hasil di lapangan. Sebab diakuinya, hingga kemarin baru 66 industri dari 672 industri rokok yang telah mendaftarkan PWH-nya ke BPOM. "Baru 10 persen. Begitu juga dengan merk rokok, dari 3363 merk, baru 409 merk yang didaftarkan," pungkasnya.
Menyikapi sikap nakal para produsen ini, BPOM secara langsung telah memberikan sanksi bagi mereka. Sanksi berupa teguran tertulis itu telah dikirim kemarin. Kendati demikian, Roy mengatakan tidak memiliki tenggat waktu agar para produsen nurut pada PP yang berlaku.
BACA JUGA: Rupiah Semakin Tertekan
Sehingga ia pun tidak memberikan batas waktu hingga pengeluaran sanksi selanjutnya. Ia hanya menegaskan, bahwa sanksi akan diberikan case by case tanpa batas waktu. "Kita ikuti saja (alurnnya). Kita juga kan paling banter hanya memberikan rekomendasi instansi untuk melakukan penarikan," katanya.
Roy bahkan seolah ingin dimengerti dengan mandat baru yang dilimpahkan ke pihaknya. Ia berulang kali menuturkan, bahwa pengawasan terhadap rokok ini merupakan tugas baru institusinya. Karenanya, membutuhkan waktu untuk menyiapkan segalanya.
Untuk menertibkan para produsen rokok ini, rencananya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengadakan rapat dengan BPOM dan para produsen rokok. Namun sayangnya, masih belum diketahui kapan rapat tersebut akan digelar. (wan/bil/mia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Daging Ayam, Telur dan Bawang Alami Kenaikan Harga
Redaktur : Tim Redaksi