JAKARTA - Audit kinerja keuangan PT Inalum oleh Ernst&Young terus dipertanyakanSetelah sebelumnya dua anggota Komisi VII DPR bersuara keras terkait audit Ernst&Young, kemarin Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) juga angkat suara. Pasalnya, Ernst&Young adalah auditor yang digunakan Jepang yang objektivitasnya diragukan terhadap pemerintah Indonesia.
Hamid Yusuf juga meminta adanya second opinion dari penilai independent terhadap hasil audit Ernst&Young tersebut
BACA JUGA: PLN Terus Kembangkan Pembangkit Geothermal
"Sebagai upaya menyelematkan aset negara, harus ada second opinion," kata Hamid Yusuf seperti dilansir INDOPOS (grup JPNN), Kamis (28/10)Saat ini, audit Inalum hanya dilakukan Ernst&Young yang ditunjuk pihak Jepang
BACA JUGA: Empat Blok Migas Diperpanjang
Hamid mengatakan, konsultan independen itu bisa perusahaan lokal atau asing, tapi mesti bermitra dengan penilai lokal yang sudah terdaftar di Kementerian KeuanganBACA JUGA: Amankan Pasokan Migas, Promindo Rangkul 600 Kapal
"Intinya, Ernst&Young harus menggandeng penilai lokal agar lebih "fair" dan bisa dipertanggungjawabkan," katanyaMenurutnya, penilaian ini menyangkut kepentingan Indonesia, dalam artikata "Ernst&Young harus menghormati hukum di Indonesia," katanyaHamid menambahkan, pentingnya opini kedua atau Ernst&Young menggandeng mitra lokal agar tidak terulang pengalaman buruk saat menilai aset-aset negara yang dikelola Badan Penyehatan Perbankan Nasional"Saat itu, BPPN hanya gunakan konsultan asing dan akhirnya sampai sekarang bermasalah," ujarnya
Secara terpisah dosen ekonomi UI Zulkieflimansyah meminta menghargai audit yang tengah berjalanNamun mesti ada second opinion jugaYang jelas apapun hasil auditnya kita dukung pemerintah yang ingin mengambil alih Inalum ini untuk Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, Komisi VII DPR meminta pemerintah mengutamakan kepentingan industri hilir nasional saat menggelar perundingan pengambilalihan PT InalumSaat ini, dari produksi aluminium batangan (ingot) Inalum yang mencapai 250 ribu ton, sekitar 60 persen diekspor ke JepangSisanya atau 40 persen dipasok ke domestik dan diekspor ke negara di luar JepangDi pasar domestik, Inalum menjadi sumber pasokan bahan baku aluminium bagi setidaknya 65 perusahaan lokal
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) Romahurmuziy menilai, audit Inalum sebenarnya tidak diperlukan, kecuali diminta oleh perusahaan di Indonesia yang akan mengakuisisi pabrik pengolahan aluminium tersebut
Di sisi lain, penetapan Ernst&Young sebagai auditor PT Inalum bukan atas permintaan pemerintah Indonesia melainkan pihak Jepang yang menghendaki perpanjangan kontrak di InalumSelain itu, audit finansial tidak cukup karena yang dibutuhkan adalah audit operasional perseroan
Saat ini, pemerintah mengkaji dua opsi soal InalumPertama, usulan Jepang yang meminta perpanjangan kontrak pengelolaan Inalum dengan insentif penambahan investasi ratusan juta dolar AS buat pengembangan kapasitas produksi aluminium sekaligus pembangkit listrikOpsi kedua, pengelolaan selanjutnya diserahkan ke pihak nasional dengan opsi membentuk BUMN baru atau lewat BUMN yang sudah ada seperti Antam(did/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BI Terus Jaga Rupiah
Redaktur : Tim Redaksi