Pemerintah Australia mengakui ada sejumlah perusahaan di negara ini yang menjadi korban serangan siber dari para peretas yang didukung Pemerintah China. Serangan siber itu bertujuan mencuri kekayaan intelektual.
Pengakuan tersebut disampaikan setelah sebelumnya Departemen Kehakiman AS menuduh dua warga China melakukan peretasan atas petunjuk dari Kementerian Keamanan Negara China.
BACA JUGA: Australia Akui Yerusalem Milik Israel, Ini Sikap PKS
Ini pertama kalinya Australia menyebut China sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan siber. Sekaligus mengisyaratkan adanya perubahan retorika diplomatik dari Canberra.
Penasihat Keamanan Siber Nasional Alastair MacGibbon mengatakan kelompok peretas menargetkan perusahaan TI di seluruh dunia, yang menyediakan layanan TI untuk perusahaan skala menengah dan besar.
BACA JUGA: Akui Yerusalem Milik Israel, Australia Diprotes Netanyahu
"Serangan ini sangat berani, skalanya besar, dan kemungkinan berdampak pada ribuan perusahaan di dunia. Kami mengetahui sudah ada korbannya di Australia," kata MacGibbon kepada ABC.
Dia tidak menyebutkan nama-nama perusahaan Australia yang jadi korban peretasan. Namun dia mengingatkan pencurian kekayaan intelektual jelas merugikan perusahaan yang jadi korban.
BACA JUGA: Pengamen Terima Duit Nontunai, Siswa Belajar di Ruang Maya
"Pada dasarnya sama dengan mencuri makanan dari rakyat Australia," kata Mr MacGibbon.
Data yang dicuri tersebut, katanya, membantu pelaku untuk bersaing secara lebih unggul dibandingkan negara-negara yang jadi korban.
Duta Besar Australia untuk Bidang Siber Dr Tobias Feakin menyatakan Australia mengambil langkah penting dengan menyebut dan mempermalukan China yang mendukung peretasan tersebut.
"Ini pertama kalinya kita dengan gamblang menyebut negara itu terkait dengan permasalahan ini," kata Dr Feakin.
Pernyataan yang dikeluarkan Australia, katanya, sudah mewakili apa yang dirasakan negara ini.
Dia mengatakan Australia kini akan memberikan respon yang lebih keras dengan menyebut langsung dan mempermalukan negara yang mendukung peretasan.
Menteri Luar Negeri Marise Payne dan Menteri Dalam Negeri Peter Dutton mengeluarkan pernyataan tak lama setelah AS mengumumkan tuduhan terhadap China.
"Bila ada kepentingan kita untuk melakukannya, Australia secara terbuka akan menyebut serangan siber, terutama yang berpotensi merusak pertumbuhan ekonomi global, keamanan nasional dan stabilitas internasional," kata pernyataan ini.
"Australia menyerukan semua negara termasuk China untuk menegakkan komitmen menahan diri dari pencurian kekayaan intelektual, rahasia dagang, dan informasi rahasia bisnis yang bertujuan mendapatkan keunggulan kompetitif," katanya.
"Komitmen ini telah disepakati para pemimpin negara-negara G20 pada tahun 2015. Australia dan China bahkan menegaskan kembali komitmen itu secara bilateral pada 2017," tambahnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... BSSN: Serangan Siber Bisa Picu Pergolakan di Dunia Nyata