Penyakit 'Lumpy Skin Disease' (LSD) yang ditemukan pada sapi di Indonesia kini ikut mengancam industri ternak sapi di Australia.
Pihak berwenang sektor peternakan Australia melakukan kunjungan ke Indonesia untuk mengetahui soal penyakit kulit pada ternak ini, sekaligus membantu usaha menanggulangi wabah tersebut.
BACA JUGA: Menentukan Kehadiran Rusia di KTT G20 tak Bisa Diputuskan Sepihak
Penyakit ini disebabkan karena gigitan serangga seperti nyamuk dan menimbulkan benjolan di kulit sapi, yang juga menyebabkan demam, kehilangan selera makan, dan berkurangnya produksi sapi, bahkan bisa menyebabkan kematian pada sapi dan kerbau.
"Saya akan bertemu dengan para pejabat untuk mendiskusikan kerja sama dengan Indonesia untuk membicarakan masalah wabah penyakit kulit berbenjol yang terjadi di provinsi Riau," kata Mark Schipp, Kepala Bidang Kesehatan Ternak Australia.
BACA JUGA: Simak Prakiraan Cuaca Besok Jumat, Warga di Jawa dan Kalimantan Wajib Waspada
"Pemerintah Indonesia sudah bekerja keras untuk mengatasi masalah ini lewat program vaksinasi dan program pencegahan lainnya."
Dr Schipp mengatakan penting sekali untuk melindungi Australia dari wabah penyakit tersebut.
BACA JUGA: Selama Tiga Tahun Selandia Baru Akan Terima 150 Pengungsi Asal Australia per Tahunnya
"Kalau terjadi di Australia, wabah ini bisa berdampak serius bagi perdagangan ternak hidup, para eksportir produk susu, bahan-bahan generik, produk daging, selain juga masalah kesejahteraan hewan dan juga berkurangnya produksi," katanya. Ancaman serius dalam puluhan tahun terakhir
Dokter hewan asal Australia yang bekerja di Indonesia, Ross Ainsworth mengatakan jika wabah ini sampai ke Australia Utara, yang lokasinya paling dekat dengan Indonesia, maka akan menjadi "bencana besar".
Ia mengatakan wabah LSD di Indonesia merupakan "ancaman paling serius bagi industri peternakan sapi Australia", yang pernah ia saksikan selama puluhan tahun terakhir.
"Wabah ini ditularkan oleh gigitan serangga. Jadi perlindungan biosekuritas, yang sudah efektif diterapkan untuk mencegah penyakit lain selama beberapa generasi, tidak akan bisa melindungi kita dari hal tersebut," katanya kepada ABC.
"Kita sudah pernah melihat virus lain yang tiba di Kawasan Australia Utara lewat serangga selama musim hujan seperti virus lidah biru.
"Tidak banyak yang bisa kita lakukan dan ternak di Australia bagian utara tidak bisa dipelihara satu persatu, jadi tingkat kematian khususnya ternak sapi yang masih muda akan tingg, dibandingkan di bagian dunia lain. Itulah yang mengkhawatirkan saya."
Dr Ainsworth mengatakan industri ternak di Australia harus cepat menyadari risiko yang mereka hadapi dan bagaimana ternak hewan hidup bisa "langsung berisiko" jika wabah LSD tiba di Indonesia.
"Penyakit mulut dan kuku (FMD) selalu menjadi wabah yang paling ditakuti akan sampai masuk ke Australia dan kita perlu tetap khawatir," katanya.
"Namun FMD bisa diatasi dengan vaksin dan penyebarannya bisa ditanggulangi dengan penerapan biosekuritas."
"Sementara virus yang disebarkan oleh serangga, tidak banyak yang bisa kita lakukan.
"Inilah sebabnya saya rasa penyakit kulit pada sapi ini ancamannya lebih serius dan benar-benar jadi ancaman bagi ternak Australia." Pendanaan federal untuk memerangi penyakit
Rabu kemarin, saat berada di Darwin, ibu kota Kawasan Australia Utara, Menteri Pertanian Australia, David Littleproud mengumumkan pendanaan AU$61,6 juta atau sekitar Rp620 miliar guna peningkatan upaya biosekuritas di seluruh Australia Utara, termasuk AU$15 juta untuk mencegah masuknya penyakit LSD ke Australia.
"Penyakit benjolan pada kulit sapi sapi, yang terjadi di Indonesia merupakan prioritas utama,” katanya.
"Kami harus melindungi industri ternak yang bernilai AU$15 miliar."
“Karena kalau kita terkena penyakit tersebut, maka kita akan segera kehilangan pasar ekspor dan ini akan menjadi bencana bagi Kawasan Australia Utara." Vaksinasi dilakukan di Indonesia
Indonesia sudah melakukan usaha untuk menangani wabah penyakit kulit LSD pada sapi.
Sebuah program vaksinasi yang didukung oleh Mitra Keamanan Kesehatan Australia Indonesia dengan Program Pangan Dunia (FAO) sedang dilakukan.
Menurut FAO sudah ada 330 kasus penyakit kulit berbenjol yang ditemukan di provinsi Riau.
"Kalau kita melihat jumlah ternak yang berisiko tertular, maka ini berarti sekitar 15 persen ternak di daerah tersebut berpotensi terkena,” kata Luuk Schoonman dari FAO.
“Biasanya penyakit kulit berbenjol ini bisa mencapai 40 persen, jadi persentase ternak yang terkena masih rendah."
"Program vaksinasi sedang dilakukan di delapan kabupaten di provinsi Riau.
"Direncanakan vaksinasi akan dilakukan pada 50 ribu ternak, termasuk di luar Riau."
Pembatasan pergerakan hewan sudah dilakukan dan Pemerintah Indonesia sudah melakukan kampanye untuk memberi informasi kepada masyarakat.
"Usaha besar-besaran sudah dilakukan dan kami berharap bisa mencegah wabah penyakit tersebut di provinsi Riau," kata Dr Schoonman.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyidik Tiongkok Kesulitan Menemukan Sebab Kecelakaan Pesawat Boeing 737-800