Lebih tiga tahun setelah Muhammad Al Halabi, pekerja sosial di Gaza ditangkap Israel, jaksa belum juga membuktikan tuduhan terhadapnya. Padahal, tuduhannya serius, yaitu menyalurkan jutaan dolar bantuan dari Australia kepada Hamas. Nasib Pekerja Sosial di Gaza Pada tahun 2016, pihak Israel menuduh pekerja sosial di Gaza, Mohammed Al Halabi, menyalurkan dana badan amal World Vision ke Hamas Penyelidikan oleh Pemerintah Australia dan World Vision tidak menemukan adanya satu pun bukti tuduhan tersebut Al Halabi tetap dijebloskan ke penjara Israel dan telah menjalani persidangan sebanyak 130 kali
BACA JUGA: Beda Agama, Pasangan Indonesia di Adelaide Rayakan 50 Tahun Pernikahan
Setiap dua bulan sekali, Amal Al Halabi, ibu dari Muhammad Al Halabi, membawa dua cucunya yang harus menempuh perjalanan jauh dari Kota Gaza ke sebuah penjara berkeamanan tinggi di gurun Negev.
Setelah mereka melewati pos pemeriksaan Israel berteknologi tinggi di perbatasan utara Gaza, mereka harus menempuh perjalanan panjang ke penjara terisolasi yang menampung tahanan-tahanan kelompok Hamas dan Jihad Islam.
BACA JUGA: Kerja Sama Indonesia-Australia Bisa Menambah Pemasukan Negara
Amal dan kedua cucunya yang didampingi Palang Merah itu menemui Muhammad yang ditangkap Israel pada Agustus 2016. Saat ditangkap, dia sedang menjalankan tugas dari badan amal internasional World Vision.
Saat itu, keluarga mereka tidak tahu keberadaan Muhammad dan apa yang terjadi padanya.
BACA JUGA: Pengakuan Hakim Perempuan Malaysia yang Tangani Pernikahan Poligami
"Makanan yang saya siapkan untuknya masih ada di meja. Kami menangis dan terus menangis sampai sekarang. Sangat menyedihkan bagi kami dan semua orang yang mengenal Muhammad," ujar Amal. Photo: Kesedihan ibunda Muhammad Al Halabi, Amal Al Halabi, tak kunjung usai. (ABC News: Tom Hancock)
Pihak berwenang Israel menuduh Muhammad menyalurkan donasi 10,8 juta dolar AUS per tahun, kepada kelompok Hamas yang menurut Israel merupakan kelompok teroris.
Ayah lima anak itu merupakan direktur operasi World Vision di Gaza, menangani program-program untuk petani, nelayan, dan anak-anak yang mengalami trauma akibat konflik berkepanjangan dengan Israel.
Pada tahun 2014, PBB bahkan menganugerahinya gelar pahlawan kemanusiaan.
Tetapi Pemerintah Israel menuduh Al Halabi telah mengalihkan donasi terutama dari Australia, ke sayap militer Hamas, Brigade Al Qassam.
Israel menyebut Brigade telah menggunakan uang itu untuk membangun pangkalan dan terowongan militer dan menggaji para anggotanya. Australia menganggap Brigade Al Qassam sebagai organisasi teroris.
"Warga Palestina yang miskin dan tak bersalah tidak mendapatkan bantuan vital dari negara-negara di seluruh dunia... Hamas menggunakan uang ini untuk membangun mesin perang untuk membunuh orang Yahudi," ujar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat itu.
Awalnya, Israel menyatakan Al Halabi sudah mengaku. Tapi ketika disidang di pengadilan, ia menyatakan disiksa dan membantah segala tuduhan.
Al Halabi mengaku dipukuli dengan sangat parah sampai kehilangan sebagian pendengarannya.
Uniknya, meskipun dakwaan terhadapnya sangat serius, namun ia telah ditawari hukuman tiga tahun penjara, yang kalau ia terima akan langsung dibebaskan.
Al Halabi menolak tawaran itu. Dia bersikukuh tidak bersalah atas sesuatu yang tidak dia lakukan.
Sejak itu kasusnya pun telah disidangkan lebih dari 130 kali. Tidak ditemukan satu pun bukti Photo: Amal Al Halabi bersama cucu-cucunya. (ABC News: Tom Hancock)
Pengacara Al Halabi, Maher Hanna, menyatakan Israel telah menerapkan pembatasan yang menghalanginya untuk memeriksa saksi-saksi, menghadirkan saksi dari Gaza atau untuk mendapatkan dokumen persidangan.
"Saya belum pernah mengalami pembatasan seperti yang terjadi pada kasus ini," ujar Hanna kepada ABC News.
"Semua teman pengacara juga tidak percaya dengan apa yang saya sampaikan. Mereka sangat kaget, bisakah hal seperti ini terjadi dalam sistem hukum kita (di Israel)?" ujarnya.
Tuduhan terhadap Al Halabi ini menyebabkan Pemerintah Australia menunda penyaluran dana bagi program-program World Vision di Gaza.
Namun penyelidikan lebih lanjut oleh Deplu Australia, auditor independen serta World Vision sendiri, gagal menunjukkan satu pun bukti adanya penyalahgunaan donasi.
Mantan manajer regional World Vision Conny Lenneberg kepada ABC memastikan, Al Halabi sama sekali tidak memiliki akses ke dana sebesar yang dituduhkan itu.
"Saya tidak melihat adanya bukti yang mendukung tuduhan itu," katanya.
"Salah satu tuduhan utama yaitu pengalihan dana 50 juta dolar. Ini sulit dipahami, karena tidak pernah ada dana sejumlah itu yang dialokasikan untuk program di Gaza dalam 10 tahun yang dipermasalahkan," jelas Lenneberg lagi. Kasus politik Photo: Polisi Hamas yang bertugas di salah satu pos penjagaan di Gaza. (ABC News: Tom Hancock)
Yarden Vatikay, mantan kepala Direktorat Informasi Nasional Israel pada kantor perdana menteri yang dimintai tanggapan menyatakan perbedaan bukti-bukti yang ada itu tidaklah penting.
"Kami tahu dia mengalihkan jutaan dolar, mungkin puluhan juta dolar. Itu sekitar 60 persen dari seluruh anggaran," ujarnya.
"Kami menuduhnya memanipulasi uang melalui perusahaan yang disewanya. Perusahaan menerima uang darinya dan dari sumber lain dan sebagian uang itu dialihkan ke Hamas dan tentu saja, ia tahu hal itu," kata Vatikay.
"Jadi saya tidak akan mendebat jumlah uangnya, saya kira itu tidaklah penting," ujarnya.
Pengusaha yang dituduh bersekongkol dengan Al Halabi, Nabil Atta, juga telah membantah tuduhan itu.
Pemasok untuk World Vision ini kepada ABC menjelaskan dirinya memiliki kontrak untuk badan amal besar lainnya, termasuk PBB.
"Kami bekerja di lapangan, semuanya dilakukan transparan. Setiap proyek yang kami tangani dimonitor dan disetujui oleh badan internasional yang datang untuk mengawasi," jelasnya.
Atta menduga tuduhan Israel terhadap Al Halabi memiliki motif lain.
"Muhammad Al Halabi itu orang yang sangat sukses membantu warga Gaza. Saya kira Israel tidak senang melihat orang seperti dia, aktif dan berhasil membantu warga," katanya.
Pengacara Maher Hanna juga mempertanyakan motif dakwaan terhadap kliennya. "Bagi saya ini jelas adalah kasus politik," ujarnya.
Pemerintah Israel tidak menjawab pertanyaan tentang dugaan penyiksaan yang dialami Al Halabi, tawaran hukuman kepadanya, serta tidak adanya bukti yang ditemukan pihak Australia.
Dalam pernyataannya, Pemerintah Israel mengatakan, "Semua tuduhan terhadap Al Halabi didasarkan pada bukti dan kami menolak klaim sebaliknya."
"Karena alasan itu, dan karena risiko keamanan yang ditimbulkannya, pengadilan memutuskan bahwa dia harus ditahan sampai akhir persidangan," katanya.
"Perlu dicatat bahwa proses hukum terhadap Al Halabi sedang dilakukan sesuai hukum Israel dan mendapat pengawasan yudisial, baik oleh Pengadilan Distrik yang menangani kasus ini maupun oleh Mahkamah Agung Israel dalam aspek terkait," tambahnya.
Simak berita selengkapnya dalam Bahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disangka Warga Tiongkok, Siswa Malaysia Diusir Pemilik Rumah di Perth