Petani, yang sekaligus pemiliki perkebunan buah dan sayur di Australia, serta beberapa pekerjanya mengaku kehilangan pendapatan, akibat perubahan sistem upah.
Sejak April 2019, pemilik kebun dan petani harus membayar upah lembur pada pekerja kasual, jika mereka bekerja lebih dari 38 jam seminggu.
BACA JUGA: Polisi Melbourne Tangkap Komplotan Pencopet Terorganisir
Mereka juga harus membayar penalti, atau tambahan uang, kepada mereka yang bekerja lebih dari 12 sehari atau saat kerja malam.
Petani sebernarnya sudah menyampaikan keberatan sejak rencana ini digulirkan di tahun 2018, dengan memperingatkan pemerintah jika beberapa dari mereka terancam keluar dari bisnis.
BACA JUGA: Terpisah Sejak Lahir, Dua Saudara Kembar Asal Makassar Dipersatukan Medsos
Industri mangga di Kawasan Australia Utara, yang bernilai lebih dari AU$ 90 juta, menurut Pemerintah, baru saja memasuki musim panen pertama sejak aturan diberlakukan.
Salah satu perusahaan buah terbesar di Australia, Piñata Farms, mengatakan mereka mengalami kerugian dua kali sejak adanya perubahan aturan upah, karena di musim panen membutuhkan jam kerja lebih panjang.
BACA JUGA: Jual Telur Sampai Cendol, Warga Indonesia Bantu Korban Kebakaran Australia
"Kami harus membayar tambahan upah 15 persen untuk pemetik yang kerja di malam hari," kata Stephen Curr dari perusahaan tersebut.
Menurutnya kerja di malam hari menjadi pilihan yang lebih baik bagi para petani dan buah mangga.
"Uang tambahan itu harus dikeluarkan dari biaya kami sendiri, karena harga untuk konsumen tidak jadi naik 15 persen, sehingga akhirnya petani yang terkena dampaknya".
"Kami memotong gaji sendiri, untuk bisa diberikan pada pekerja pemetik."
ABC telah berbicara kepada banyak petani dan pemilik kebun di Kawasan Australia Utara dan mereka mengaku harus mengubah jam kerja, untuk menghindari pemetiknya bekerja lembur atau lebih lama. Photo: Pemetik buah asal Timor Leste, Calisto Dos Santos De Jesus saat berada di perkebunan mangga di Darwin. (ABC Rural: Daniel Fitzgerald)
Salah satu pemetik, Calisto Dos Santos De Jesus, asal Timor Leste sudah bertahun-tahun pulang pergi ke Darwin untuk memetik mangga.
Ia mengaku bisa banyak menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dalam beberapa bulan.
Tapi untuk musim panen tahun ini, ia memperkirakan penghasilannya akan berkurang AU$ 5.000 (hampir Rp 50 juta) dari biasanya, karena bosnya telah membatasi waktu kerjanya, yakni tidak lebih dari 38 jam per minggu.
"Ini akan terasa bagi kami, karena beberapa orang menyekolahkan anak-anaknya, ada yang membuka bisnis kecil, beberapa lainnya sedang membangun rumah untuk keluarga mereka," kata Calisto.
"Kalau kita bekerja lebih lama, maka akan bagus untuk semua orang, tapi kita tak bisa berbuat apa-apa, karena itu keputusan pemerintah."
Pemilik kebun jeruk, Leon Caccaviello di New South Wales mengatakan karyawan kasualnya ingin bekerja lebih lama selama masa panen agar bisa mendapat lebih banyak uang.
"Mereka senang bekerja dengan upah kasual, karena bisa kerja 50 sampai 60 minggu seminggu untuk mendapat uang tambahan."
Sejak aturan upah berubah, petani mangga lainnya, Ian Quinn, mencoba agar pekerjanya tidak kerja lembur.
"Setelah mencapai 38 jam seminggu, kita hentikan," ujar Ian.
"Mereka baca komik, bermain billiards, tahun ini kita beli meja billiard tambahan agar mereka tetap terhibur, dan mereka menonton TV."
Ia mengatakan andai saja dirinya memiliki lebih banyak uang, dia dapat membayar pekerjanya untuk kerja lembur.
"Saya rasa semua yang bekerja di industri pertanian berada di posisi yang sama."
"Hari ini harga mangga satu kotak di Kawasan Australia Utara sekitar AU$ 22,50 [lebih dari Rp 200 ribu], tapi upah pemetiknya sudah dua kali lipat dibanding tahun 1993," ujarnya. Photo: Pemilik perkebunan telah membatasi jam kerja para pemetik buah, untuk menghindari pembayaran lembur. (ABC Rural: Daniel Fitzgerald)
Seorang politisi dari Partai Buruh, Murray Watt, mengatakan masalah bayaran lembur sebenarnya tidak akan terjadi, jika ada banyak pekerja yang tersedia di industri hortikultur Australia.
"Masalah utamanya adalah bagaimana mendapatkan jumlah pasti orang yang dibutuhkan untuk memetik buah," ujarnya.
"Saya rasa orang kerja lebih dari 38 jam sehari saat cuaca panas dan lembab sudah selayaknya mendapat uang tambahan."
Tapi Stephen dari perusahaan pertanian Piñata Farms menolak pernyataan Murray.
Menurutnya, saat pemilik kebun kesulitan mendapat warga Australia sebagai pemetik buah, mereka bisa mencari tenaga kerja dari negara-negara Pasifik lewat Program Pekerja Musiman.
"Kita mendatangkan 50 atau 60 pekerja, yang hanya diperlukan selama enam sampai delapan minggu, artinya kita butuh banyak akomodasi dalam waktu singkat," ujarnya.
Baca laporannya dalam Bahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengibaran Bendera Nazi di Beulah Hebohkan Australia