Awas, 5 Daerah di Jawa Barat Zona Merah Covid-19

Selasa, 29 September 2020 – 08:59 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Foto: dok. Humas Pemprov Jabar

jpnn.com, DEPOK - Kota Depok kembali menyandang status zona merah Covid-19 setelah sempat oranye atau risiko sedang pada pekan sebelumnya.

Dari hasil rapat Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 (GTPPC) Jawa Barat, jumlah zona merah di Jabar bertambah menjadi lima daerah.

BACA JUGA: 4 Pemain Persebaya Positif COVID-19, Siapa Saja?

Di antaranya, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kota Cirebon, dan Kabupaten Cirebon.

Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Barat yang juga Ketua GTPPC Jabar, Ridwan Kamil.

BACA JUGA: Catat, Ini Prosedur dan Kriteria Pasien Covid-19 Dapat Isolasi Mandiri di Hotel yang Disediakan Pemerintah

Kang Emil (sapaan Ridwan Kamil) menyebutkan, meski ada peningkatan kasus Covid-19 di Bodebek dan Cirebon, angka reproduksi Covid-19 di Jabar masih terkendali.

Menurutnya, dari angka reproduksi masih di kisaran 1,04, menandakan tingkat kecepatan penularan masih relatif terkendali.

BACA JUGA: Ini yang Membuat Rektor IPB Arif Satria Cepat Sembuh dari Covid-19, Hanya 6 Hari Dirawat di Rumah Sakit

”Untuk daerah yang zona merah di Jabar pada pekan ini adalah Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Cirebon, dan Kabupaten Cirebon,” ungkap Emil dalam konferensi pers virtual, usai rapat mingguan GTPP Covid-19 Jabar di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (28/9).

Kemudian rasio pengetesan Polymerase Chain Reaction (PCR) satu persen dari jumlah penduduk, berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

Emil mengatakan, saat ini ada tujuh daerah yang sudah memenuhi standar tersebut. Yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Sukabumi, Kota Banjar, Kota Bekasi, Kota Bogor, dan Kota Cirebon.

Emil mengapresiasi tujuh daerah itu yang jumlah tes PCR sudah melewati batas satu persen dari jumlah penduduk.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Jabar saat ini terus mendorong agar kota/kabupaten lainnya dapat mengejar rasio pengetesan PCR.

“Jadi kami sedang melakukan upaya agar 20 kota/kabupaten lainnya yang belum memenuhi target satu persen dari jumlah penduduk untuk meningkatkan kapasitas tes,” jelas Emil.

Selain itu lanjut Emil, tes PCR di Jabar secara akumulatif saat ini berada di urutan kedua provinsi terbanyak melakukan pengetesan setelah DKI Jakarta. Jumlahnya, kini mencapai 383 ribu.

Namun, ia mengungkapkan gugus tugas mengalami penurunan tes PCR yang tadinya bisa mencapai 50 ribu tes per minggu.

Penurunan terjadi karena jumlah persediaan reagen PCR sedang menurun. Pada minggu ini tinggal lima reagen PCT yang tersisa.

“Sesuai prosedur kami mintakan ke pusat akan turun 250 ribu lagi PCR, di mana 50 ribu kami kelola dan 200 ribunya akan digunakan metoda baru, yaitu mengajak pihak swasta karena kapasitas total laboratorium kita sudah mentok,” ucapnya.

“Sehingga meningkatkan kapasitas testing harus dengan melibatkan perusahaan swasta yang harga satuan pengetesannya harus sesuai BPKP. Jadi enggak boleh mahal harus dilakukan standarisasi yang dilakukan BPKP,” tambahnya.

Sementara, dari sisi keterisian rumah sakit penanganan Covid-19, Emil mengaku saat ini okupansi sudah di angka 56 persen.

Angka ini kian mendekati standar WHO di angka 60 persen.

“Dari sisi keterisian rumah sakit juga sudah lampu kuning. Kita sekarang berada keterisian secara umum baik ruang isolasi, IGD dan lain-lain di 56 persen. Jadi standar WHO kurang lebih 60 persen, kita sudah secara umum mendekati dan ini menjadi perhatian kita di minggu ini,” ucapnya.

Emil mengatakan, selain di lima kabupaten kota tersebut, Pemprov Jabar juga sedang fokus terhadap satu klaster persebaran Covid-19 di Kabupaten Kuningan, yakni di sejumlah pesantren.

”Saat ini di Jawa Barat ada klaster pesantren di Kabupaten Kuningan. Pekan ini kami akan melakukan pengetesan masal sesuai pola, yaitu di wilayah Ciayumajakuning. Karena di beberapa wilayah tersebut terjadi peningkatan kasus Covid-19,” ujar Emil.

Dia mengatakan, Kabupaten Kuningan sendiri sudah dilakukan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) di tingkat lingkungan pesantren, desa, sampai kecamatan.

Pola PSBM selama ini dinilai efektif mengatasi Covid-19 di Jabar.

Sedangkan terkait dengan klaster persebaran Covid-19 di pesantren, lanjut gubernur, hal itu karena santri atau pengajar masih keluar-masuk di lingkungan pesantren. Sebab, pesantren tersebut pun memiliki sekolah umum yang santri dan pengajarnya tidak menetap atau bermukim di pesantren.

”Kalau yang sifatnya bermukim, itu menurut laporan relatif lebih terkendali. Namun, ada kasus-kasus, di mana tercampur dengan yang sifatnya sekolah umum dan orangnya tidak bermukim di wilayah pesantren itu,” terang Emil.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum sudah memulai koordinasi kembali dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di pesantren bersama para pengelola pesantren dan ratusan kiai.

Dalam pekan ini, pengetesan melalui tes usap Covid-19 akan difokuskan di sejumlah pesantren.

”Secara keseluruhan angka reproduksi Covid-19 di Jabar sebagai salah satu standar membaca epidemologi masih di kisaran 1,04 dan hal ini menandakan tingkat kecepatan penularan masih relatif terkendali,” ucap Uu Ruzhanul Ulum. (radardepok/rd/gun/net)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler