jpnn.com, JAKARTA - Pakar marketing Hermawan Kartajaya mengingatkan pengusaha pemilik merek lokal tidak memanfaatkan isu Palestina untuk kepentingan bisnis dan menjatuhkan pesaing.
Alasannya, perilaku itu termasuk sebagai persaingan yang tidak sehat
BACA JUGA: Impor-Ekspor Indonesia-Israel Masih Ada, Banyak Pihak Meragukan Boikot Produk
"Perbuatan-perbuatan ‘licik’ seperti itu tidak diizinkan dilakukan di Indonseia yang memiliki kode etik periklanan," ucap Hermawan di Jakarta, Minggu (2/5).
Hermawan menyebut masalah politik negara lain hendaknya tidak dibawa-bawa untuk melakukan politisasi bisnis.
BACA JUGA: Pengamat UGM Sebut Aksi Boikot Produk Israel Picu Angka Pengangguran Sarjana
"Artinya, menggunakan masalah politik dengan menjadikan isu Palestina ini untuk sengaja menjatuhkan produk-produk pihak lain atau pesaingnya dengan cara-cara yang tidak sehat,” ujarnya.
Menurutnya, kalau isu boikot terhadap produk-produk pesaing itu murni dari masyarakat sendiri tanpa di-backing pihak-pihak tertentu, itu tidak masalah.
Dia menuturkan Indonesia memiliki kode etik periklanan yang tidak mengizinkan sebuah perusahaan menjatuhkan perusahaan yang lain dengan cara menjelek-jelekkan nama brand pesaingnya secara langsung seperti yang dilakukan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat.
"Di negara kita menjatuhkan pesaingnya dengan langsung menyebut nama brand kompetitornya itu tidak bisa karena melanggar kode etik periklanan,” ucapnya.
Memang, kata Hermawan, brand-brand lokal bisa saja mengambil keuntungan dengan memanfaatkan isu Palestina ini untuk mengeruk keuntungan.
Namun, itu harus dilakukan secara sehat, dan tidak dengan sengaja mempengaruhi konsumen untuk tidak membeli produk-produk pesaingnya.
Semestinya, lanjut Hermawan, yang harus dilakukan brand-brand lokal dalam menyikapi isu Palestina ini adalah menunjukkan sesuatu yang sehat seperti menciptakan baru, layanan baru, dan promosi-promisi baru dengan cara yang sehat dan menarik.
Hermawan menerangkan marketing itu pada umumnya yang dipraktekkan saat ini banyak yang salah. Karena, marketing itu dianggap promosi atau hanya sekadar jualan semata saja itu sudah beres.
“Tetapi ternyata tidak. Marketing itu kan cara memenangkan persaingan dengan cara yang baik dan benar. Jadi, harus ada pembenahan total dan itu tidak gampang. Apalagi kalau perusahaan yang punya kultur yang biasa melakukan persaingan yang tidak sehat, hal-hal seperti itu jelas susah dilakukan,” kata Hermawan.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul