jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif TSRC Yayan Hidayat mengatakan dalam kontestasi politik, ketegangan hubungan antara pendukung bisa menguntungkan calon lain.
Hal itu, diprediksi terjadi jika ketegangan antar pendukung Ganjar dan Prabowo terus berlanjut dalam kontestasi Pilpres 2024.
BACA JUGA: PPP Usulkan Kiai Nasaruddin Jadi Cawapres Ganjar, Bagaimana Nasib Sanidaga?
Ketegangan itu, diprediksi bakal merugikan kedua kelompok ini secara elektoral.
Sebab, secara tren elektoral dari periode Januari 2023 hingga Mei 2023 diantara 3 (tiga) nama Capres yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan masih berada di bawah 50 persen.
"Artinya, pertarungan masih sangat dinamis," kata Yayan di Jakarta, Selasa (16/5).
BACA JUGA: Pengamat: Pernyataan Jokowi di Musra Mengarah pada Sosok Ganjar Pranowo
Yayan menuturkan dalam berbagai simulasi pasangan calon, terlihat persaingan suara ketat terjadi antara Ganjar dan Prabowo.
Namun, Anies selalu berada pada urutan terbawah. Ketegangan politik yang berlebihan antara Ganjar dan Prabowo akan memicu sentimen negatif dan memunculkan kejenuhan pada pemilih.
BACA JUGA: Survei Charta Politika: 61 Persen Pemilih Jokowi Memilih Ganjar, Sisanya?
Hal ini tentu menguntungkan Anies Baswedan secara elektoral.
Meskipun Anies selalu berada pada urutan terbawah dalam berbagai hasil survei, tetapi jangan lupa bahwa terdapat kecenderungan peralihan suara pemilih Jokowi dan Prabowo pada Pilpres 2019 ke Anies Baswedan yang cukup signifikan.
Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Desember 2022 lalu misalnya, memperlihatkan pergeseran pemilih Prabowo Subianto pada Pilpres 2019 kepada Anies Baswedan.
SMRC mencatat dari 44,5 persen pemilih Prabowo – Sandiaga, sebanyak 44 persennya sekarang memilih Anies.
Di sisi lain, sebanyak 13 persen beralih ke Ganjar dan 37 persen masih memilih Prabowo. Selain itu, hasil survei Poltracking Indonesia pada Desember 2022 lalu juga menunjukkan peralihan pemilih Joko Widodo – Ma’aruf Amin pada Pilpres 2019 ke Anies Baswedan sebesar 20,7 persen.
“Drama ketegangan yang berlebihan antara pendukung Ganjar dan Prabowo sebelum masa kampanye akan memunculkan kejenuhan pada pemilih. Kejenuhan pemilih akan rentan memicu migrasi pemilih. Jika kita lihat dari berbagai publikasi survei, yang paling diuntungkan dari fenomena migrasi pemilih ini adalah Anies Baswedan” ungkap Yayan.
Menurut Yayan, upaya untuk memicu migrasi pemilih Ganjar dan Prabowo ini sudah dilakukan oleh Anies Baswedan dalam berbagai kesempatan.
“Anies terus melakukan provokasi melalui berbagai pidato politiknya dalam berbagai kesempatan agar terjadi migrasi pemilih Ganjar dan Prabowo ke dirinya. Tentu Anies memanfaatkan polemik Ganjar dan Prabowo untuk mendulang keuntungan elektoral” tambah Yayan.
Apalagi, dalam berbagai simulasi survei terlihat bahwa besar potensi akan terjadi pertarungan dua putaran dalam Pilpres 2024 mendatang. Pertarungan dua putaran ini mensyaratkan pemilih yang solid dan loyal agar tetap dapat menstabilkan dukungan hingga ke akhir pertarungan.
Di sisi lain, Yayan mengingatkan bahwa pemilih tidak loyal (swing voters) Ganjar Pranowo masih tinggi, yang dalam berbagai hasil survei memperlihatkan rentang persentase 11,4 - 18,8 persen.
Swing voters ini sewaktu-waktu bisa saja mengubah pilihannya akibat kekecewaan atau faktor politik lain yg melatarbelakangi.
Hal ini terbukti saat polemik Piala Dunia U20, dimana Ganjar kehilangan banyak elektabilitas akibat menuai kontroversi.
"Terlebih, potensi tergerusnya suara para swing voter Ganjar akan diikuti pula oleh peningkatan dukungan terhadap para pesaing terdekatnya, khususnya Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Ketegangan hubungan antara pendukung Ganjar dan Prabowo justru akan terus menuai kontroversi dan menciptakan sentiment negatif," pungkas Yayan.(mcr10/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul