Awas, Menteri Kotor Masuk Kabinet

Jika Nama Pengganti Tanpa Screening KPK-PPATK

Jumat, 24 Oktober 2014 – 06:16 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Presiden Jokowi sudah memastikan ada delapan nama calon menteri yang diberi tanda merah KPK. Namun, sampai saat ini belum ada tanda dari pasangan Jokowi-JK untuk kembali melibatkan KPK dan PPATK dalam proses screening delapan nama pengganti. Kalau tidak melalui cara yang sama, itu bisa menjadi lubang bagi masuknya menteri yang kotor.

Menurut Juru Bicara KPK, Johan Budi S.P, hingga semalam tidak ada lagi komunikasi antara pimpinan dan Jokowi. Bisa dipastikan presiden asal Solo itu belum menyampaikan delapan nama pengganti yang diberi catatan merah oleh lembaga antirasuah.

BACA JUGA: Tanpa Menteri, Kinerja Kementerian Terpengaruh

"Sampai saat ini belum ada. Tapi, kami tidak dalam posisi meminta. Terserah Pak Presiden," ujarnya.

Yang pasti, lanjut Johan, apa yang sudah disampaikan ke Jokowi sudah final. Catatan yang muncul dari pendalaman KPK terhadap laporan hasil kekayaan pejabat negara (LHKPN) dan kasus yang ditangani itu tidak bisa diubah. Kalau Jokowi mengikuti rekomendasi KPK, berarti tidak ada cara selain mengganti delapan nama itu.

BACA JUGA: Cara Jokowi Cari Menteri Mestinya Ditiru DPR untuk Pilih Pimpinan Komisi

Kemarin pagi, Ketua PPATK M. Yusuf sempat menyambangi gedung KPK di Jalan H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan. Namun, saat keluar dia mengatakan kedatangannya tidak untuk membahas nama-nama baru. "Kan ada 42 nama, itu sudah ditelusuri dan kita berikan," jelasnya.

Angka yang disebut Yusuf memang berbeda dengan penyerahan nama calon menteri KPK. Seperti diberitakan sebelumnya, nama yang diminta untuk dilacak mencapai 43 orang. Ada dugaan kalau perbedaan satu nama itu disengaja. Nama yang hilang adalah M. Yusuf, sang Ketua PPATK.

BACA JUGA: Wartawan ke Tanjung Priok, Jokowi Lepas Tangan

Kabarnya, dia termasuk salah satu kandidat pengisi kabinet Jokowi menjadi Kejagung. Itulah kenapa, namanya tidak termasuk yang ditelusuri PPATK. Mungkin, agak aneh kalau PPATK menelusuri jejak bosnya sendiri. Jadi, penelusuran rekam jejak Yusuf cukup diwakilkan ke KPK.

Selain itu, M. Yusuf tidak terlalu banyak bicara. Dia enggan menjawab berbagai pertanyaan soal calon menteri Jokowi. Entah serius atau hanya formalitas menjawab, saat ditanya soal ada tidak temuan PPATK yang mencurigakan, dia menjawab tidak ada rekening gendut. "Nggak ada, nggak ada," jawabnya.

Padahal, pada 2010 lembaga yang dipimpinnya pernah menyampaikan laporan mengenai rekening gendut pejabat Polri. Nah, salah satu nama yang dicurigai adalah Budi Gunawan. Kebetulan, dia saat ini juga disebut-sebut bakal masuk dalam formasi kabinet Jokowi.

Terpisah, Wakil Ketua Busyro Muqoddas menambahkan, selain soal screening nama calon menteri, ada beberapa yang perlu dilakukan Jokowi. Dia berharap presiden ketujuh itu bisa mengevaluasi total warisan kementerian yang lama. "Temukan kelemahan dan akar penyebab korupsinya," tegasnya.

Menurutnya, paradigma lama harus dibongkar dan dikonstruksi ke paradigma nasionalisme inklusif yang pro rakyat sebagai subyek hukum berdaulat. Kalau keberadaan Jokowi-JK hanya meneruskan yang lama, tidak akan ada transformsi. Kalau perlu, staf khusus dihapus dan ganti ekspert yang teruji egaliterianismenya.

"Presiden dan para menteri saatnya mempertegas sikap dan kepribadiannya sebagai "pelayan rakyat". Politik yang bermarwah perlu ditampilkan kepada DPR. Orientasi kementerian lembaga (KL) bukan lagi pada proyek, tetapi transformasi ekonomi sosial. Pimpinan KL harus teruji kepribadiannya sebagai leader," imbuhnya.(dim/gun)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Belum Bisa Pastikan Waktu Pemeriksaan Hadi Purnomo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler