jpnn.com, JAKARTA - Eks Sekretaris Bantuan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar angkat suara terkait insiden penembakan yang dilakukan oknum polisi Bripka CS yang menewaskan tiga orang, salah satunya anggota TNI AD.
Peristiwa itu terjadi di Kafe RM, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (25/2).
BACA JUGA: Pengakuan Penjual Makanan tentang Bripka Cs si Pelaku Insiden Penembakan di Cengkareng, Ternyata...
Aziz yang juga pengacara Habib Rizieq itu menyebut, aksi yang dilakukan oknum polisi itu tergolong tindakan brutal dan keji.
"Brutal luar biasa dan keji, ini harus segera ada efek jera," ungkap Aziz kepada JPNN.com, Kamis (25/2) malam.
BACA JUGA: Sikap Irjen Ferdy Sambo Kasus Oknum Polisi Menembak Anggota TNI AD, Tak Ada Ampun!
Lebih lanjut, pria kelahiran Jakarta itu mengungkapkan, jika oknum penegak hukum kerap melakukan unlawful killing, kepada siapa lagi harus mencari perlindungan hukum dan keamanan.
"Jika penegak hukum kerap melakukan unlawful killing maka di mana mencari perlindungan hukum dan keamanan?," pungkasnya.
BACA JUGA: Kafe RM Cengkareng Memang Bandel, Ternyata Sudah 3 Kali
Sebagai informasi, insiden penembakan yang dilakukan Bripka CS pada Kamis (25/2) di Kafe RM di Jalan Outor Ring Road, Cengkareng Barat, Jakarta Barat.
Insiden berdarah tersebut mengakibatkan tiga orang meninggal dunia dan satu orang mengalami luka.
Tiga korban tewas itu ialah S anggota aktif TNI Angkatan Darat. Sedangkan dua lainnya yakni pegawai kafe berinisial FSS dan M.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, peristiwa ini bermula ketika Bripka CS mengunjungi kafe di Cengkareng sekitar pukul 02.00 WIB.
"Tersangka melakukan kegiatan minum-minum di sana," kata Yusri kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis siang.
Setelahnya, ketika Bripka CS hendak melakukan pembayaran, pelaku terlibat cekcok dengan pegawai kafe.
"Pada saat akan bayar, terjadi cekcok antara tersangka dan pegawai. Dalam kondisi mabuk, Bripka CS mengeluarkan senjata api dan menembak empat orang," pungkasnya.
Tersangka dijerat Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (cr3/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama