BACA NIH: Dua Hal Penting di Balik Kasus Rekaman Percakapan Setya Novanto

Jumat, 20 November 2015 – 20:41 WIB
Ketua DPR RI Setya Novanto. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan ada dua persoalan serius terkait terbongkarnya rekaman Ketua DPR Setya Novanto yang kabarnya mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

“Selain menyangkut Setya Novanto, persoalan lain yang menurut saya juga penting selain dugaan pencatutan nama, yakni proses penegakan hukum serta demokrasi dan masalah konstitusional terkait Pasal 33 UUD 1945. Ini luput dari perhatian karena masyarakat hanya fokus pada Setya Novanto saja," kata Asep, Jumat (20/11).

BACA JUGA: Kamu Terlibat juga Diproses

Menurut Asep, proses pengambilan rekaman tanpa izin yang bersangkutan lalu disebarkan tanpa izin adalah proses melanggar hukum. Terlepas dari kebenaran isi rekaman tersebut, ujar Asep, jika hal ini bisa digunakan sebagai bukti hukum, maka sangat mungkin masyarakat juga bisa dijebak dengan yurisprudensi dari kasus ini.

“Yang namanya merekam apalagi sampai menyebarkan, harus seizin yang bersangkutan. Kalau pengusaha saja bisa menjebak seorang pimpinan lembaga negara seperti ini, bisa dibayangkan jika penguasa melakukan hal serupa pada rakyatnya? Dampak ini yang harus dipikirkan," tegas Asep.

BACA JUGA: Anak Buah Sudirman Said Ternyata Melapor ke Dumas KPK, Masa Sih?

Rakyat nantinya akan ketakutan berbicara dan mengkritik penguasa karena khawatir setiap pembicaraannya bisa direkam oleh siapapun untuk dilakukan proses hukum pada dirinya.

“Jika ada yang bicara jelek tentang penguasa lalu ada yang melaporkan, kemudian orang tersebut kemudian ditindak atas dugaan pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan, repot rakyat nantinya,” ungkapnya.

BACA JUGA: PRIHATIN: Golkar Lakukan Pembusukan Dari Dalam, Kok Bisa Ya?

Proses penegakan hukum menurut Asep harus dilakukan sesuai dengan hukum. Penegakan hukum tanpa menggunakan aturan hukum, akan melahirman kesewenangan.

“Ini seharusnya juga diperhatikan, penegakan hukum tidak bisa dilakukan dengan melanggar hukum," katanya.

Menurut Asep, hal ini nampaknya disadari oleh pemerintah yang hanya melaporkan Setya Novanto ke MKD, tidak ke aparat penegak hukum. Pemerintah nampaknya sadar bahwa jika hal ini dilaporkan ke aparat hukum, maka Setya Novanto bisa menuntut balik karena rekaman tidak bisa dijadikan bukti hukum.

Lebih lanjut, Asep mengatakan jika bukti didapatkan tidak melalui proses hukum yang benar, maka pengadilan bisa menolak dan membatalkan bukti yang diajukan. Bahkan pihak yang digugat bisa menuntut balik.

“Makanya saya lihat pemerintah pun enggan melaporkan ke aparat hukum dan hanya melaporkan ke MKD. Makanya Menkopolhukam pun buru-buru mengatakan bahwa presiden tidak akan memperpanjang dan melaporkan kasus ini,” pungkas Asep Warlan Yusuf.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polda Metro Jaya: Silahkan Laporkan ke Kompolnas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler