jpnn.com - RENCANANYA, paling telat Desember 2015, Presiden Jokowi mengeluarkan Kepres tentang Badan Otorita Pariwisata Kawasan Danau Toba. Harapannya,di bawah otorita khusus, pengelolaan Danau Toba sebagai objek wisata kelas dunia bisa lebih profesional.
Apakah ada jaminan akan lebih baik jika dikelola Badan Otorita? Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu, dengan pengamat pariwisata yang juga mantan Direktur Pemasaran Dalam Negeri Kementerian Pariwisata M.Faried Moertolo di Jakarta, kemarin (26/11).
BACA JUGA: Pemprov Sumut Mulai Kacau
Danau Toba akan dikelola oleh Badan Otorita, pendapat Anda?
Yang dibutuhkan Danau Toba, jika ingin lebih baik, itu soal jalan, infrastruktur dari Medan ke Danau Toba. Infrastuktur itu penting. Sepanjang belum baik, ya kita tunggu saja.
BACA JUGA: Kader TMP Sulut Tanpa Terkecuali Harus Maksimal Menangkan Olly Dondokambey
Jika Badan Otorita sudah terbentuk, aspek mana yang mendesak segera ditangani?
Selain infrastruktur, Danau Toba itu jangan hanya mengandalkan alam ciptaan Tuhan saja. Tapi perlu rekayasa manusia, seperti atraksi-atraksi. Di Penang, daya tariknya itu hanya mengandalkan heritage, gedung-gedung lama, tapi ada tower Taming Sari. Memang, secara alami, Danau Toba anugerah Tuhan yang luar biasa. Tapi sebagai tidak cukup itu saja untuk dijadikan destinasi kelas dunia.
BACA JUGA: Pesaing Bu Risma Dapatkan Dukungan Pendeta
Mengenai Badan Otoritanya sendiri, sebagai subuah institusi baru nantinya, bagaimana menurut Anda?
Terus terang saya nggak yakin. Danau Toba itu beda dengan Batam, yang dikelola oleh otorita. Otorita Batam saja, dulu gak mulus, ada tarik-menarik kewenangan dengan Pemko Batam. Jadi gak mudah, bagaimana nanti memprosisikan Badan Otorita dengan pemda-pemda di sekitar Danau Toba.
Jadi menurut Anda tidak perlu Danau Toba diurus Badan Otorita?
Lebih baik dikembalikan saja ke fungsi pemerintah provinsi. Jika ada urusan lintas kabupaten/kota, itu kan urusan provinsi. Tapi ini perlu kewibawaan provinsi untuk mengurusnya.
Sebelumnya bagaimana upaya Kemenpar untuk mengembangkan Danau Toba?
Dulu sudah ada study, sekitar tahun 1980-an oleh kementerian pariwisata. Tapi Sumut tak konsisten menjalankan hasil study. Terus setelah pasca reformasi (1998), lebih sombong lagi, egoisme kedaerahan tinggi, jadi sulit koordinasi. Padahal pengembangan destinasi wisata itu tidak bisa tersekat-sekat wilayah, tapi harus terpadu. Ini yang terjadi di Sumut selama ini, pemda-pemda di sekitar Danau Toba merasa daerahnya paling indah dan minta kucuran dana lebih banyak.
Jadi, masalah apa dulu yang harus ditangani untuk pengembangan Danau Toba?
Yang pasti perlu kajian mendalam, yang serius, melibatkan banyak pakar dari banyak bidang. Pakar sipil, pemasaran, lingkungan, hukum, budaya, semua harus dilibatkan untuk study pengembangan Danau Toba. Ambil contoh Istana Maimun, Medan. Destinasi Istana Maimun dipromosikan di majalah inflight Garuda. Tapi begitu saya datang ke sana (Istana Maimun, red), saya geleng-geleng kepala. Kayak gitu kok dipromosikan. Di situ ada penjual kopi yang kumuh, rumput gak rapi, gak bersih. Jadi misal Danau Toba dipromosikan tapi tidak ada perubahan, ya tidak bisa dijadikan andalan destinasi wisata. ***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sah! APBD Cilegon 2016 Jadi Rp 1,7 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi