Badan PBB untuk Palestina Bangkrut, Menggaji Pegawai Saja Tidak Sanggup

Rabu, 11 November 2020 – 15:14 WIB
Pengungsi Palestina di Syria. Foto: Al Jazeera

jpnn.com, AMMAN - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi dan Pemulihan Palestina (UNRWA) mengalami kesulitan dana untuk menggaji pegawai dan melanjutkan berbagai program kemanusiaan untuk 5,7 juta warga Palestina yang saat ini mengungsi di beberapa daerah Timur Tengah.

Juru Bicara UNRWA Tamara Alrifai saat jumpa pers di Jenewa, Selasa (10/11), yang informasinya diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan pihaknya membutuhkan dana sekitar USD 30 juta (sekitar Rp 422 miliar) dalam waktu dua minggu ke depan untuk membayar gaji pegawai bulan ini.

BACA JUGA: Palestina Bergembira di Atas Penderitaan Donald Trump

"UNRWA biasanya mengeluarkan biaya USD 50 juta (sekitar Rp 703,5 miliar) per bulan untuk menggaji pegawai dan membiayai berbagai layanan kemanusiaan untuk 5,7 pengungsi, dan dalam waktu dua minggu ke depan kami harus mendapatkan dana sekitar USD 30 juta untuk dapat menggaji pegawai. Jika tidak, maka kami tidak dapat menggaji mereka dengan penuh dan mereka harus menunggu sisanya sampai kami punya cukup uang," kata Alrifai.

Sementara itu, Komisioner Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini pada Senin (9/11) mengumumkan pihaknya membutuhkan suntikan dana sampai USD 70 juta (sekitar Rp 985 miliar) sampai akhir bulan ini sehingga 28.000 stafnya di lapangan dapat menerima gaji dalam jumlah utuh sampai akhir 2020.

BACA JUGA: Dialog dengan GP Ansor, Menlu AS Klaim Abraham Accords Bermanfaat Bagi Palestina

Ia menambahkan sebagian besar pegawai UNRWA di lapangan merupakan para pengungsi dari Palestina.

"Jika mereka kehilangan sumber pendapatannya, maka mereka kemungkinan akan masuk dalam jurang kemiskinan," kata Lazzarini dalam pernyataan tertulisnya.

BACA JUGA: Demi Israel, Pengusaha Yahudi Sahabat Donald Trump Sambangi Presiden Palestina

Di samping untuk gaji, UNRWA membutuhkan suntukan dana untuk membiayai berbagai layanan kemanusiaan seperti membangun dan mengelola sarana karantina, rumah sakit dan klinik, menyalurkan obat-obatan serta membangun sarana konsultasi dokter via telepon, dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar untuk anak-anak.

UNRWA telah mengalami kesulitan dana setidaknya dalam lima tahun terakhir dan pandemi COVID-19 membuat situasi keuangan badan PBB itu kian memburuk.

Dalam lima tahun terakhir, UNRWA telah memangkas USD 500 juta (sekitar Rp 7,03 triliun) AS dari anggaran belanjanya untuk mengurangi beban pengeluaran dan efisiensi.

Akibatnya, UNRWA terpaksa memberhentikan sejumlah pegawainya, menunda perbaikan dan pembangunan berbagai sarana umum, serta meningkatkan kapasitas kelas sampai 50 orang siswa untuk satu orang guru.

Di tengah kesulitan itu, UNRWA berharap komunitas internasional dapat memberi bantuan konkret demi memastikan berbagai program dan layanan kemanusiaan dapat terus berlanjut.

"Dukungan politik yang diberikan negara-negara anggota PBB harus sejalan dengan bantuan dana yang jelas dan cukup sehingga UNRWA memiliki sumber dana yang dapat diandalkan untuk membayar alat dan kebutuhan medis, mencegah dan menanggulangi COVID-19 di kamp-kamp pengungsi, dan melanjutkan berbagai layanan kemanusiaan," kata Lazzarini lewat pernyataan tertulisnya.

UNRWA merupakan salah satu badan PBB yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB pada 1949 setelah perang antara sejumlah negara Arab dan Israel pada 1948.

Misi utama UNRWA adalah membanntu pengungsi Palestina yang ada di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza, serta di Yordania, Lebanon, dan Suriah. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler