jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden nomor 53 Tahjun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) bakal dilebur ke dalam badan baru tersebut.
Tugas BSSN nantinya adalah segala hal yang berkaitan dnegan cyber security. Mulai identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, hingga pemulihan gangguan cyber.
BACA JUGA: Habib Rizieq Belum Balik, Langkah Imigrasi Tunggu Permintaan Penyidik
Pada dasarnya, fungsi BSSN hampir sama dengan Lemsaneg. Hanya saja, BSSN lebih fokus menangani ancaman cyber.
Karena itulah, Lemsaneg dilebur ke dalam BSSN. Mengingat, harus tetap ada bagian yang khusus menangani persandian.
BACA JUGA: Cek And Ricek, Tiga Menteri Pantau Progres Bandara dan JTTS
Menkominfo Rudiantara menjelaskan, setelah perpres ditandatangani, ada masa transisi empat bulan. ’’Kami sedang bicarakan, penggabungan antara yang di Kominfo dengan yang di Lemsaneg,’’ ujarnya saat ditemui di Kementerian Luar Negeri kemarin (1/6).
Rudi menuturkan, BSSN nantinya tidak hanya sekadar melindungi negara dari serangan cyber. Ketika serangan sudah terlanjur terjadi, BSSN punya tugas untuk memperbaiki dampak akibat serangan dan memperkuat proteksi. ’’Badan ini bertanggung jawab ke Presiden melalui menko polhukam,’’ lanjutnya.
BACA JUGA: Laksma Sipasulta Pimpin Sertijab di Dispenal
Untuk saat ini, fungsi persandian masih tetap dipegang Lemsaneg sampai BSSN terbentuk. Begitu pula dengan keamanan informasi, masih dipegang oleh Ditjen Aptika Kemenkominfo.
Sementara itu, dalam hal pengelolaan konten media sosial, Rudi menyatakan pihaknya masih terus berkomunikasi dengan pihak media sosial untuk bekerjasama menangkal konten-konten negatif.
Sebab, hasil Rapat Dengar Pendapat di Komisi I menugaskan pemerintah agar berlaku lebih tegas terhadap konten-konten negatif di media sosial.
Selama ini, upaya yang dilakuan adalah memblokir akses orang tertentu terhadap akun media sosial. misalnya, akunFacebook.
’’Kalau kerjasamanya susah, konten-kontennya negatif, bertentangan dengan keberadaan negara, itu Menkominfo bisa menutup Facebook-nya,’’ ucap Rudi. Dalam arti, Facebook tidak akan bisa diakses di Indonesia.
Hanya saja, tambah Rudi, kebijakan tersebut baru akan diberlakukan bila memang kondisinya sudah ekstrem.
Dia membandingkan, sejumlah negara sudah memiiliki UU khusus yang mengatur tentang media sosial. Bila Indonesia ingin membuat UU serupa, membutuhkan proses yang panjang.
BSSN merupakan badan yang beberapa bulan belakang menjadi fokus Kemenko Polhukam. Mereka sibuk mempersiapkan badan tersebut guna mengurus berbagai persoalan berkaitan dengan persoalan siber.
Menko Polhukam Wiranto berulangkali menyampaikan bahwa Indonesia sudah sepatutnya memiliki badan yang sebelumnya disebut Basinas itu.
Sependapat dengan Wiranto, peneliti Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Ibnu Dwi Cahyo berpendapat bahwa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah memiliki lembaga serupa BSSN sejak 2009.
”Indonesia termasuk terlambat. Namun, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali,” kata dia kepada Jawa Pos kemarin.
Menurut pria yang akrab dipanggil Ibnu itu, akan semakin baik apabila ada undang-undang (UU) dibalik BSSN. Bukan sekedar perpres. ”Agar lebih kuat,” imbuhnya.
Dia pun berharap BSSN tidak hadir sebagai lembaga intelijen pasif. Melainkan menjadi cyber army yang mengamankan dan menyerang lawan jika memang dibutuhkan.
Melalui perpres yang ditandatangani presiden, BSSN dibentuk dengan dua elemen. Yakni Lemsaneg dan unsur Kemenkominfo. Hal itu, kata Ibnu, sudah baik.
Namun, akan lebih baik lagi apabila pemerintah turut melibatkan tenaga dari luar elemen tersebut. ”Seperti akademisi dan pakar yang memang menguasai keamanan cyber,” ungkapnya.
Ibnu yakin empat bulan masa transisi yang disiapkan pemerintah cukup. Sebab, BSSN tidak dibentuk dari nol. Infrastrukturnya juga sudah tersedia.
”Tinggal anggaran dan masalah teknis peleburan saja,” kata dia. Dengan modal yang sudah ada, mestinya pemerintah tidak perlu waktu terlalu lama menyiapkan BSSN sampai beroperasi.
Pemerintah, sambung Ibnu, juga harus serius betul mengurus BSSN. Sebab, memang sudah dibutuhkan.
Sebagai sampel, dia menyebutkan bahwa lembaga serupa BSSN di Amerika Serikat (AS) berada langsung di bawah koordinasi presiden. Dengan anggaran yang tidak main-main. ”Di atas Rp 150 triliun per tahun,” ungkapnya. (byu/syn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rektor Dipilih Presiden, Birokrasi Akan Semakin Runyam
Redaktur & Reporter : Soetomo