Badeshi: Bahasa Punah yang Penuturnya Hanya Tiga Pria

Selasa, 27 Februari 2018 – 11:21 WIB
Tiga pria yang diyakini sebagai penutur bahasa Badeshi terakhir di dunia. Foto: BBC

jpnn.com, PAKISTAN - ’’Theen haal khale thi?’’ kata Rahim Gul dalam wawancara dengan BBC di kediamannya beberapa waktu lalu. Kalimat itu berarti apa kabar.

Penduduk Desa Bishigram, Distrik Swat, Provinsi Khyber Pakthunkwa, Pakistan, tersebut merupakan satu di antara tiga penutur bahasa Badeshi yang masih hidup.

BACA JUGA: Jokowi-PM Palestina Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Palestina

Di tempat asalnya, kawasan barat laut Khyber Pakhtunkhawa, bahasa itu nyaris tak pernah terdengar lagi.

Jika terdengar percakapan dalam bahasa Badeshi, bisa dipastikan Rahim Gul atau salah satu di antara dua temannya sedang berbincang. Sebab, selain mereka bertiga, tidak ada lagi yang bisa berkomunikasi dengan bahasa tersebut.

BACA JUGA: Fatwa 1.800 Ulama Pakistan: Bom Bunuh Diri Haram!

Karena itu, Rahim Gul dan Said Gul selalu menyempatkan berbincang dalam bahasa Badeshi. Bukan perkara sulit karena mereka adalah sepupu dan tinggal berdekatan.

Selain Rahim dan Said, ada seorang pria lagi yang fasih bertutur dalam bahasa Badeshi. Dia adalah Ali Sher.

BACA JUGA: Sasar 400 Nyawa, Pelaku Teror Gereja Pakistan Bawa Bom 15 Kg

’’Satu generasi lalu, Badeshi masih menjadi satu-satunya bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di sini,’’ kata Rahim sebagaimana dilansir BBC kemarin (26/2).

Namun, dalam catatan Ethnologue disebutkan bahwa bahasa Badeshi sudah tidak digunakan dalam percakapan sehari-hari selama tiga generasi.

Menurut Rahim, pernikahan campur antara pria Bishigram dan perempuan dari luar desa mengakibatkan bahasa Badeshi tak lagi populer.

’’Perempuan-perempuan yang diperistri pemuda-pemuda kami berkomunikasi dalam bahasa Torwali. Maka anak-anak yang lahir dalam pernikahan campur itu pun mengikuti bahasa ibu mereka,’’ ungkap lelaki yang mengaku tak tahu pasti berapa usianya tersebut.

Kini bahasa Torwali menjadi bahasa resmi Bishigram. ’’Anak-anak kami berbicara dalam bahasa Torwali. Mau tidak mau, kami pun mengikuti. Lambat laun, bahasa Badeshi punah,’’ ujar Said Gul.

Karena lebih sering bercakap-cakap dalam bahasa Torwali, Rahim dan Said mengaku kehilangan banyak kosakata bahasa Badeshi. Jika itu terjadi, percakapan akan berhenti sesaat dan mereka tertawa.

Anak lelaki Rahim mengaku sedih mendapati fakta bahwa bahasa Badeshi, bahasa asli sang ayah, akan punah. Setelah sang ayah meninggal, atau sang paman meninggal, tidak akan ada lagi yang bertutur dalam bahasa tersebut.

’’Saya sangat menyesal. Mengapa saya dulu tidak belajar bahasa asli ayah saya itu,’’ kata anak Rahim yang tidak disebutkan namanya tersebut.

Selain Badeshi, menurut Anadolu Agency, ada tujuh bahasa lain yang segera punah di Pakistan. Yakni, Torwali, Dameli, Gawar-Bati, Ushojo, Yidgha, Khowar, dan Ormuri.

Pengguna Torwali, yang menjadi bahasa tutur penduduk Bishigram pun, kian menyusut. ’’Jumlah penuturnya kurang dari 100 ribu orang,’’ jelas Tafseer Ahmed, pakar bahasa di Center for Language Computing, Mohammad Ali Jinnah University.

Globalisasi, kata Ahmed, adalah faktor utama yang membuat bahasa-bahasa lokal itu punah. ’’Generasi muda memilih menggunakan bahasa yang dominan dalam masyarakat. Sebab, dengan demikian, peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih besar,’’ paparnya.

Tapi, pernikahan campur, seperti yang disebutkan Rahim Gul, menjadi faktor yang mempercepat kepunahan bahasa lokal. (hep/c5/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Serbu Universitas, Anggota Taliban Menyamar Jadi Perempuan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler