Bagaimana Gaya Kepemimpinan Firli Bahuri? Febri Diansyah Jawab Begini

Selasa, 13 Oktober 2020 – 18:52 WIB
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah. Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengakui, gaya kepemimpinan Firli Bahuri di lembaga antirasuah itu, berbeda jauh dengan pimpinan dua periode sebelumnya.

Febri masuk KPK dengan memulai karier sebagai pegawai Fungsional Direktorat Gratifikasi, 2013 lalu. 

BACA JUGA: Febri Diansyah KPK: Ada Tulisan di Amplopnya

Ia merasakan gaya kepemimpinan Abraham Samad, Agus Rahardjo dan yang terakhir Firli Bahuri.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini belakangan mengajukan pengunduran diri, 18 September lalu.

BACA JUGA: Febri Diansyah Blak-blakan tentang Hal yang Membuatnya Mundur dari KPK

Febri Diansyah efektif mundur sekitar 18 Oktober mendatang, atau hari kerja yang dekat dengan tanggal tersebut, karena masih harus menyelesaikan sejumlah kewajiban.  

"Saya menjalani tiga periode pimpinan. Pasti berbeda, ada gaya berbeda, pemikiran yang berbeda. Namun, di periode ini jauh berbeda dari dua periode sebelumnya," ujar Febri pada tayangan podcast jpnn.com yang juga disiarkan di kanal You Tube jpnn.com.

BACA JUGA: Berapa Jumlah Massa Aksi 1310 yang Diikuti FPI? Selisihnya kok Jauh Banget?

Febri Diansyah menduga ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab gaya kepemimpinan periode saat ini berbeda dari pemimpin KPK dua periode sebelumnya.

Pertama, hadirnya UU Nomor 19/2019 tentang KPK, yang merupakan hasil revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Mungkin ini satu paket, ada revisi dan kemudian pimpinan baru. Sehingga visi misi dirumuskan kembali, menyesuaikan dengan undang-undang baru dan juga program pemerintah," ucapnya.

Apakah kinerja KPK saat ini lebih baik atau lebih buruk dari periode kepemimpinan sebelumnya?

Febri Diansyah mengaku kurang tepat untuk menjawab. Ia mengatakan, lebih baik masyarakat yang menilai.

"Saya kira dengan indikator-indikator yang objektif, bisa dengan mudah dinilai. Kinerjanya bagaimana, penindakannya bagaimana, dilihat dari jumlah (kasus yang ditangani), kemudian level aktornya," kata Febri.

Menurut mantan penggiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) ini, level aktor penting menjadi indikator, karena kehadiran lembaga antirasuah pada awalnya diharapkan menangani kasus-kasus besar.

Kalaupun ada kasus dugaan korupsi kecil yang ditangani, sasarannya tetap untuk membongkar kasus yang lebih besar.

"Penangkapan level aktor ini bisa menjadi analisis KPK bekerja efektif atau tidak. Nilai suap yang diungkap atau kerugian negara yang diproses, itu juga bisa menjadi bahan evaluasi," katanya.

Febri Diansyah tidak menampik ada pihak yang menilai, indikator kesuksesan KPK juga harus dilihat dari kerja-kerja upaya pencegahan.

Menurutnya, indikator tersebut dapat dinilai dengan menjawab pertanyaan sederhana, apakah masyarakat merasakan secara langsung atau tidak upaya pencegahan yang dilakukan?

"Saya kira ini juga penting, karena ketika merasakan secara langsung, masyarakat akan merasa memiliki KPK," katanya.

Lantas, apakah masyarakat merasa memiliki KPK?

Febri mengakui ada penurunan kepercayaan publik. Hal tersebut berdasarkan kajian dari sejumlah lembaga.

"Kami undang orang-orang yang melakukan kajian, di humas kami identifikasi. Kemudian kami undang juga stakeholder lain yang intens memerhatikan KPK. Ini proses sudah hampir selesai dan segera akan kami paparkan ke pimpinan," katanya.

Febri Diansyah mengakui, dari sejumlah hasil survei terlihat kepercayaan masyarakat terhadap KPK menurun.

"Namun, tetap ada harapan terhadap KPK untuk melakukan beberapa hal. Jadi, ada banyak masukan yang diberikan kepada KPK. Harapannya, hasil kajian nanti menjadi bahan pertimbangan, untuk kemudian diambil kebijakan secara institusional," pungkas Febri Diansyah. (gir/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler