Crown terus berupaya menyelamatkan diri dari penemuan pengadilan NSW yang telah mendorong tiga direkturnya mengundurkan diri.
Kondisinya mungkin akan berbeda bila salah satu perusahaan kasino terbesar di Australia tersebut bersedia memberikan kompensasi dan minta maaf kepada mantan pegawai juniornya.
BACA JUGA: PM Australia Minta Maaf soal Dugaan Pemerkosaan di Partainya, Apa Yang Terjadi?
Jenny Jiang adalah salah satu dari 19 karyawan yang ditangkap dan dipenjara pada Oktober 2016 lalu setelah melanggar hukum perjudian China.
Perempuan yang bekerja sebagai asisten administrasi tersebut "dipenjara karena melakukan pekerjaannya", menurut laporan akhir dari anggota penyidik kasus tersebut, Patricia Bergin.
BACA JUGA: Penjual Bunga Australia Rugi Jutaan Dolar Akibat Lockdown di Hari Valentine
Dalam penemuan tersebut, Crown dianggap "berperilaku sembrono" di China, karena "lebih mengejar keuntungan daripada kesejahteraan pegawai di China".
Hal ini mendukung pernyataan Jenny yang telah lama ia suarakan.
BACA JUGA: Penggemar K-Pop di Indonesia Cukup Kuat untuk Jadi Agen Perubahan?
"Saya bisa bilang kalau ini telah mengacaukan hidup saya," ungkapnya pada acara televisi 7.30 tahun lalu.
"Saya [akan] memiliki catatan kriminal ini seumur hidup."
Setelah dibebaskan dari penjara di tahun 2016, Jenny mengaku trauma.
Namun, bukannya didukung oleh atasannya, ia malah kehilangan pekerjaan.
Jenny meminta agar Crown mengakui kesalahannya dan memberikan kompensasi, tidak hanya atas hilangnya pekerjaan dan penghasilannya, namun juga atas penderitaan psikologis yang dialaminya.
Crown menawarkan uang sebesar $60,000 (Rp650 juta) kepada Jenny sebagai uang tutup mulut agar ia tidak lagi mengkritik perusahaan itu.
Namun, Jenny menolak tawaran tersebut. Photo: Temuan Komisioner Bergin menyebut serangan Crown pada Jenny Jiang dalam iklan koran sebagai "aib dari karakter korporat Crown". (ABC News: James Carmody)
Menanggapi serangan publik, pimpinan perusahaan tersebut mengatakan jumlah uang yang telah diminta dan "tidak berhasil didapatkan" Jenny adalah senilai "50 kali lipat gajinya".
Namun, perusahaan tersebut tidak menyebutkan bahwa gaji satu tahun Jenny adalah sebesar $27,000 (Rp292 juta) per tahun, yang di bawah rata-rata.
"Mereka mengatakan di koran kalau saya 'mata duitan' dan apapun yang saya katakan adalah dusta," ujar Jenny.
"[Perkataan] itu betul-betul menghancurkan hati saya."
Demi uang sebesar $1 juta, Jenny bersedia untuk berusaha melanjutkan hidup, dan menerima kesulitannya sebagai seorang warganegara China dengan catatan kriminal dan tanpa prospek pekerjaan.
Seandainya diberikan, ia pasti akan tutup mulut tentang rahasia Crown.
Namun, sebaliknya, ia terpaksa membeberkan rahasia mantan perusahaan tempat kerjanya dan berhasil menggucangkan salah satu raksasa korporat di Australia.
Alasannya sederhana, menurut Jenny, yang hanya ingin agar perusahaan itu bertanggung jawab atas tindakannya. Masih menunggu permintaan maaf Photo: Jenny Jiang mengatakan pengurungan dirinya di penjara China "telah mengacaukan hidup". (ABC News)
Jenny pertama kali memutuskan untuk berbicara kepada publik ketika saya masih bekerja untuk program berita Australia '60 Minutes' di tahun 2019.
Ceritanya yang menarik menjadi cikal bakal dari seri berita investigatif yang dikerjakan oleh wartawan saluran Nine, yaitu Nick McKenzie, Nick Toscano, dan saya sendiri.
Ia menceritakan bagaimana Crown memperlakukan pegawainya selama ini setelah ia dipenjara, yaitu seperti "kain bekas pakai yang biasa dibuang ke tempat sampah".
Program '60 Minutes' dan laporan di koran juga membongkar bukti bagaimana Crown telah "mempermudah tindakan pencucian uang" melalui rekening bank mereka, casino Melbourne, serta bekerja sama dengan kelompok pesta yang memiliki hubungan dengan kelompok kriminal terorganisir.
Pemberitaan ini telah membantu mendorong pengawas game NSW untuk memerintahkan penyelidikan atas tuduhan yang diberikan dan menunjuk mantan hakim Pengadilan Tinggi, Patricia Bergin, sebagai kepala penyelidikan.
Respon Crown terhadap berita di tahun 2019 sangatlah cepat dan agresif.
Pimpinan perusahaan tersebut menerbitkan iklan satu halaman penuh di sebuah koran lokal, menyerang proses jurnalistik kami dengan ungkapan "pemberitaan yang tidak seimbang dan sensasional", serta "berdasarkan tuduhan tanpa dasar, dilebih-lebihkan, tidak nyambung, dan palsu".
Hampir dua tahun setelahnya, laporan akhir Komisioner Bergin memeriksa dan menetapkan hampir setiap tuduhan yang kami siarkan.
Ini merupakan bentuk pemulihan nama baik atas pekerjaan kami, namun yang lebih penting lagi, penemuan Komisioner Bergin telah menampar Crown, yang juga menyerang Jenny di iklan koran yang sama, dengan ungkapan "aib atas karakter korporat Crown".
Jenny baru-baru ini mengajukan tindakan hukum terhadap Crown dan masih menunggu permintaan maaf pihaknya atas tuduhan bahwa dirinya adalah "mata duitan" dan dibayar untuk bercerita.
Kenyataannya, ia bukan adalah keduanya.
Kemenangan yang sejauh ini Jenny dapatkan dari semua yang dilakukannya hanyalah sedikit bagian dari Crown.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.
Ikuti berita seputar pandemi Australia dan lainnya di ABC Indonesia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Kreatif Pemerintah Inggris Membujuk Warga Ikut Vaksinasi COVID-19