Bagi Habibi, Keris seperti Bidadari Cantik

Kamis, 29 September 2016 – 00:06 WIB
MEWAH DAN MAHAL: Inilah keris yang disebut Habibi memiliki aura atau getaran paling hebat dibanding keris yang lain. Foto: Lalu Mohammad/Lombok Post

jpnn.com - HABIBI pedagang bawang. Keuntungan dari usahanya itu ditabung untuk membeli keris-keris bersejarah. Kini, jumlahnya sudah puluhan dengan nilai mencapai miliaran rupiah. Berikut kisahnya.

LALU MOHAMMAD ZAENUDIN, Mataram

BACA JUGA: Kisah Sopir Pemadam Kebakaran, Pernah Tergelincir Sampai Tabrak Pengguna Jalan

BAGI kolektor, berebut barang bernilai seni tinggi itu, lumrah. Wajar. Mirip dengan model lelang, bersaing memperebutkan benda berharga adalah dengan penawaran harga tertinggi. 

Si pemilik akan melepas barang berharga miliknya pada siapapun yang berani membeli dengan harga paling mahal. 

BACA JUGA: Produsen Es Krim Keliling Bisa Bertemu Obama...Meneteskan Air Mata

“Jika barang itu akhirnya jatuh ke tangan kita dengan penawaran terbaik, itu bahagianya bukan main,” kata Habibi. 

Entah apa yang membuat Habibi merasa bahagia dengan hal seperti itu. 

BACA JUGA: Berkat Cacing, Sukarda Bisa Sekolahkan Anak Hingga Jadi Anggota TNI AL

Yang pasti, bagi Habibi dan kawan-kawan, Keris bak bidadari cantik dari kahyangan. Hati mudah terpikat hanya dalam satu kali pandang.

“Itu rasanya memang sulit digambarkan dengan kata-kata, pokoknya senang bahagia, setiap malam maunya melihat keris itu terus menerus,” ungkapnya.

Habibi adalah pengusaha bawang di pasar Mandalika, Mataram, NTB. Sedikit-demi sedikit, untung jual beli bawang disisihkan, hanya untuk mengoleksi puluhan keris. 

Dia mulai mengoleksi keris sejak tahun 1993, dari uang hasil jualan bawang. Jika keris-kerisnya rata-rata dihargai seratus juta perbilah, maka tinggal dikali dengan puluhan koleksi keris yang dimilikinya. Ternyata mencapai miliaran rupiah uang yang dikeluarkan untuk member keris.

“Saya bisa beli rumah dan tanah ini, hanya dengan menjual satu keris saja,” ungkapnya, bangga.

Keris memang tidak hanya menjanjikan tentang kesenangan. Tetapi rasa bangga bisa memiliki benda eksklusif. 

Sebab, tidak semua orang bisa memilikinya. Belum lagi sisi ekonominya. Benda antik seperti keris, harganya bak tanah. Semakin lama disimpan, sudah pasti semakin mahal.

Kembali ke soal asal usul keris, Habibi dan rekan-rekan kolektor sudah membuat kesepakatan. Dimanapun keris dibeli dan berasal, akan dinamai dengan kerajaan atau kedatuan yang pernah jaya di tempat itu. 

“Kita bersepakat, agar keris-keris ini sebagai lambang khazanah atau budaya yang sudah ada,” ujarnya.

Misalnya saja, keris itu ditemukan di Lombok Tengah, maka disebut keris Pejanggik. Sebab, kerajaan Pejanggik, konon dulu ada di wilayah itu. 

Jika keris ditemukan di Lombok Timur, maka disebut keris Selaparang. Begitu juga, jika di wilayah utara, maka disebut keris Bayan. 

“Kalau keris kita temukan di Mataram, kita namai era Gelgel,” ulasnya.

Dengan cara itu, identitas keris bisa dipertahankan. Apalagi sejak masa eksploitasi keris dari tahun 80-an, beratus-ratus bahkan ribuan pusaka-pusaka daerah, tercerai berai. Ada yang terjual hingga ke luar negeri. 

Upaya ini yang bisa dilakukan para kolektor untuk menumbuhkan rasa bangga pada identitas daerah. 

Selain itu, keris juga dibedakan dari zamannya. Ternyata, ada keris yang dibuat setelah era kemerdekaan. Ada pula keris yang sudah berumur ratusan tahun. 

“Keris itu ada dua macam kalau dari sejarah. Ada keris kamardikan (era setelah kemerdekaan) itu disebut keris baru. Ada pula keris sebelum kamardikan,” ulasnya.

Keris kamardikan cenderung tak punya aura. Tidak punya kesaktian. Hanya, senjata tikam biasa, saat berperang. 

Berbeda dengan keris yang ada sejak zaman kerajaan dulu. Getaran dan auranya terasa kuat.

Entah, bagaimana rasanya. Hanya Habibi dan kolektor yang sudah ahli yang bisa merasakannya.

“Saya bisa merasakan mana keris kamardikan, dengan keris yang memang punya kekuatan gaib (khadam),” ulasnya.

Meski bentuknya tak karuan, karatan. Namun, keris yang bagus, punya tenaga aneh, hingga membuat orang yang membawanya lebih percaya diri. 

“Selain itu, kalau mau pelihara keris, harus ada penjinaknya,” beber dia.

Percaya atau tidak, keris kuno, memang punya kekuatan gaib. Seorang kolektor pun, kata Habibi, meski tujuannya hanya untuk menyalurkan hoby, namun mau tak mau, jika tidak ingin celaka, mereka harus memiliki keris yang bertugas memimpin keris-keris lainnya.

“Harus ada penjinaknya, harus ada penetralnya,” ungkap dia.

Keris, lanjutnya, pada dasarnya seperti manusia. Punya sifat dan karakter yang berbeda. Punya ego. 

Jika, tidak dinetralisir, maka itu bisa berbuah bencana bagi kolektor. Bencana bisa bentuknya apa saja. Dari tiba-tiba hilang, hingga membawa bala bagi pemilik dan keluarganya.

“Nah, keris yang biasanya punya karakter pemimpin itu, gandik di dapurannya lebih panjang,” ulas dia, sambil menunjuk bagian yang disebut dapuran.

Memang keris yang bertugas sebagai pemimpin keris yang lain, tidak harus paling sakti. Tapi ia punya aura dan getaran meneduhkan. 

Dengan begitu, ego-ego keris yang lain tidak sampai membawa petaka, karena pancaran energi negatifnya.

“Saat ini, sebenarnya kita berharap, muncul kolektor-kolektor baru yang bisa membantu kita membeli dan menyimpan benda-benda cagar budaya milik daerah,” ungkapnya.

Masa ekspolitasi keris memang sudah berlalu. Namun, perdagangan keris yang merupakan khazanah daerah, sampai saat ini, masih terjadi. 

Jika kolektor daerah tidak bergerak mengamankan, maka bukan tidak mungkin ribuan keris yang ada di Lombok, suatu saat, hanya tinggal cerita saja.

“Sekarang memang masa kami untuk mengoleksi keris dan mempertahankannya, tapi siapa selanjutnya jika kami sudah tidak ada?” urainya.

Sebenarnya, banyak orang yang ingin menjadi kolektor. Namun yang disayangkan Habibi, para kolektor baru enggan bertanya pada kolektor yang sudah lama menekuni bidang perkerisan.

“Kami sebenarnya terbuka untuk berbagi ilmu, tapi kami tidak tahu alasan, kenapa kolektor baru enggan bertanya pada kami. Akhirnya banyak yang tertipu dan tidak mau jadi kolektor lagi,” ulasnya.

Sudah banyak kejadian, orang mau jadi kolektor, tetapi karena malu atau gengsi bertanya, mereka malah membeli keris-keris kamardikan yang harganya tidak sampai ratusan juta. 

Bahkan, sebenarnya, hanya beberapa ratus ribu saja. Tetapi dibeli dengan harga ratusan juta. 

Para penjual rupanya cerdik. Mereka pandai me-make up keris sehingga tampak tua dan sangat bersejarah. “Padahal itu hanya besi, dengan harga ratusan ribu saja,” ujarnya.

Tidak sedikit teman-temannya yang tertipu. Bahkan hingga rugi miliaran rupiah. Pada akhirnya, mereka hanya bisa gigit jari dan menyesal pernah berniat jadi kolektor keris.

“Pesan kami, jangan takut bertanya. Ayo bergabung dengan paguyuban. Di sini akan kami ajarkan mana keris yang asli dengan palsu. Jika misinya adalah mempertahankan cagar budaya agar tetap lestari,” tandasnya. (*/r5/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Mas Tri, Di Jawa jadi Fotografer, Di Papua Jualan Es Dawet


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler