Bahas RUU Jaminan Produk Halal, Daerah Harus Terlibat

Rabu, 13 November 2013 – 23:31 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Demokrat, Muhammad Baghowi meminta pengesahan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) tidak dipaksakan. Alasannya, ada potensi masalah jika RUU ini disahkan.

"Bisa saja muncul persaingan usaha. Misalkan ada dua pengusaha, yang satu dijamin halal dan satu lagi diragukan. Nanti yang halal itu akan menggugat dan yang diragukan akan berdampak pada produksinya," kata Baghowi dalam keterangan persnya, Rabu (13/11).
 
Selain itu, terkait masa berlaku sertifikasi halal tiga tahun, dan harus mulai mengurus perpanjangan sejak enam bulan sebelum masa berlakunya habis. "Jadi dalam lima tahun, pengusaha harus dua kali mengurus. Sekali pengurusan biayanya Rp 6 juta. Berarti Rp 12 juta dalam lima tahun. Kemudian dikalikan 40 juta pengusaha. Dalam lima tahun nilainya Rp 480 triliun yang harus ditarik dari masyarakat," bebernya.

BACA JUGA: Tumbuh Lambat Asal Aman

Itu sebabnya, DPR kini masih menggodok tentang siapa yang berhak mengeluarkan sertifikasi kehalalan suatu produk, yang selama ini masih dipegang Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Dalam pembahasan, MUI memang meminta yang memegang sertifikasi dan negara mengurus administrasinya. Usulan ini masih alot dalam pembahasan RUU Halal," imbuhnya.

BACA JUGA: Swasta Mulai Malas Rebut Saham Inalum

Sebagai ormas, sebenarnya MUI tidak berhak melakukan penarikan terhadap uang dari masyarakat. Karena yang berhak menarik uang dari masyarakat hanya negara.

Dia menilai jika kehalalan adalah sebagai urusan agama, maka domainnya bukan hanya MUI saja. "Kan juga masih ada Muhammadiyah, mereka  juga punya ahli-ahli agama," ungkap Baghowi.
 
Lebih lanjut dijelaskannya, Kementerian Kesehatan tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU JPH dan hanya melibatkan Kementerian Agama sebagai wakil dari pemerintah. Ia berpendapat sebaiknya negara melakukan penguatan-penguatan terlebih dahulu. Karena nanti, daerah pun juga akan terkena dampak dari aturan ini.

BACA JUGA: PPA Minta Merpati Airlines Ditutup

"Harus ada pengawas di daerah. Kalau belum ada, kan harus melakukan pelatihan juga. Anggaran kita belum kuat, pengusaha juga belum kuat," tandasnya.

Secara pribadi, Baghowi ingin RUU Jaminan Produk Halal segera menjadi undang-undang mengingat pembahasan sudah sejak 2008 yang hanya berkutat pada lembaga penjamin halal, dan akhirnya deadlock.

Namun menurutnya, DPR juga masih berpikir jika aturan ini menjadi mandatori, bagaimana dengan pengusaha kecil. "Kalau ini diundang-undangkan, kan tidak ada yang didiskreditkan. Semua sama. Lalu bagaimana dengan tukang bakso, apa harus urus sertifikasi, belum lagi perusahaan farmasi," jelasnya.
 
Ditambahkannya, data yang didapat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), masih banyak terdapat obat dan kosmetik yang mengandung turunan babi. "Jika ini dipaksakan, maka akan ada potensi produksi dalam negeri yang menjadi rapuh. Pengusaha harus melakukan penambahan anggaran agar produknya terjamin halal, dan kemudian dinilai layak dinikmati masyarakat," pungkasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gunakan Kerikil, Dahlan Jelaskan Impor Listrik dari Malaysia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler