Bahas Tiga Aturan Tentang Aceh, Gubernur Temui JK

Rabu, 05 November 2014 – 08:39 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Penyelesaian tiga aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, kini kembali menemukan titik terang.

Pemerintah pusat akan kembali melakukan pertemuan dengan pihak pemerintah Aceh, setelah sebelumnya sempat tertunda untuk diselesaikan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

BACA JUGA: Redakan Kebakaran Lahan, Gelar Shalat Istisqa

“Nanti (Selasa,red) saya akan jumpa Bapak Wapres, besok (Rabu,red) jumpa dengan Ferry Mursyidan Baldan (Menteri Agraria dan Tata Ruang, red) dan mungkin juga dengan Sofyan Djalil (Menko Bidang Perekonomian,red),” ujar Gubernur Aceh, Zaini Abdullah di Jakarta, Selasa (4/11).

Pertemuan katanya, guna membahas sejumlah hal terkait penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Kewenangan Pemerintah, RPP Minyak dan Gas (Migas) serta Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Peralihan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Aceh.

BACA JUGA: Rencana Susi Bikin Nelayan Galau

“Jadi ketiga aturan itu sampai saat ini belum ditandatangani. Pemerintah yang lalu kan menjanjikan sebelum beliau (SBY) turun. Tapi enggak ada realisasinya. Makanya akan diteruskan oleh Pemerintah Jokowi. Kita harapkan demikian dan kita akan terus berjuang untuk itu,” katanya.

Selain membicarakan hal tersebut, pertemuan kata Zaini, juga akan membicarakan belum adanya transfer dari Pusat ke Pemda dan berbagai kewenangan lain yang dinilai masih tumpang tindih.

BACA JUGA: Hiswana Jamin Tak Ada Penimbunan

Saat ditanya pendapatnya terkait RPP Migas, di mana perlu adanya pengaturan pengelolaan minyak lepas pantai, Zaini mengaku baik pemerintah pusat maupun pemerintah Aceh telah setuju adanya join manajemen. Hanya saja terkait berapa persen pembagian keuntungan bagi pusat dan daerah, belum mencapai titik temu.

“Persoalan migas itu kan join manajemen, jadi apakah itu 12 atau 200 mil, itu kan join. Serupa on shore dan off shore, antar pemerintah Aceh dan pusat. Ini kan menurut hasil Perjanjian Helsinski. Cuma hasilnya nanti untuk bagi hasil (mungkin off shore nya). Untuk di pantai ini kan 70-30, belum ada kesesuaian. kita minta 70 daerah, 30 persen untuk pusat,” katanya.

Beberapa waktu lalu mantan Mendagri Gamawan Fauzi mengaku sangat berharap adanya kerelaan hati dari pemerintah Aceh, untuk menerima usulan pemerintah pusat sehingga tiga aturan dapat segera diselesaikan.

Menurut Gamawan, isu krusial terkait pertanahan pemerintah pusat telah berbesar hati memberi kewenangan bagi pemerintah Provinsi Aceh mengelola sebelas kewenangan. Sementara daerah-daerah lain di Indonesia hanya diberi sembilan kewenangan.

“Dalam 11 kewenangan yang diserahkan itu juga terkait Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Dua kewenangan ini kan gemuk. Tapi tetap tidak mau,” katanya.

Terkait pembagian hasil minyak bumi dan gas lepas pantai, pemerintah pusat, kata Gamawan, menawarkan pengelolaan di 12-200 mil laut, Aceh dilibatkan bersama-sama.

“Tapi itupun belum mau. Malah mereka minta semuanya. Kalau seperti itu wilayah negara itu semuanya nanti dikelola oleh Aceh dong. Padahal Aceh itu bagian dari NKRI. Jadi karena itu saya minta gak mungkin diserahkan semuanya 200 mil, karena lewat dari itu kan masuk ZEE (Zona Ekonomi Exclusive),” katanya.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Organda Tolak Kenaikan BBM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler