Bahaya Kalau Jokowi-Prabowo Seperti Ini di Pilpres 2024

Rabu, 14 April 2021 – 15:59 WIB
Jokowi dan Prabowo Subianto. Foto dari Biro Pers Sekretariat Presiden

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Politika Institute Zainul Abidin Sukrin menilai partai politik tidak memahami makna demokrasi jika sampai mendukung wacana Joko Widodo berpasangan dengan Prabowo Subianto melawan kotak kosong di Pilpres 2024.

"Sesungguhnya fenomena kotak kosong itu karena gagalnya fungsi partai politik dalam pemilu. Kegagalan tersebut menyebabkan elite partai gagal memahami demokrasi," ujar Zainul dalam keterangannya, Rabu (14/4).

BACA JUGA: Tanda-Tanda 2 Partai Besar Ini Dukung Anies Baswedan di Pilpres 2024

Wacana Jokowi-Prabowo melawan kotak kosong sebelumnya dikemukakan Direktur Indo Barometer M Qodari dalam webinar Nesia Constitution yang dikutip pada Senin (12/4).

Qodari menyebut, untuk sampai pada wacana tersebut perlu amendemen terhadap UUD 1945 terlebih dahulu, agar Jokowi bisa menjabat tiga periode.

BACA JUGA: Anies-Tito Bisa Jadi Pasangan Alternatif di Pilpres 2024, Cuma Ada Kelemahannya

"Kemudian konstelasi dan dukungan politik saat ini kebetulan memungkinkan Jokowi dan Prabowo menghadapi kotak kosong pada tahun 2024. Menurut saya melawan kotak kosong akan sangat, sangat, sangat menurunkan tensi politik secara signifikan," ujar Qodari.

Zainul kemudian mengingatkan, bahwa dimensi demokrasi ada dua.

BACA JUGA: Mahfud MD Kehilangan Magnetnya, Sulit Menang jika Maju Pilpres 2024

Pertama, adanya kontestasi dan kedua adanya partisipasi.

"Nah, dimensi dalam demokrasi ini yang mensyaratkan harus adanya partai politik dan pemilihan umum dalam negara demokrasi," ucapnya.

Zainul mengatakan, fenomena kotak kosong artinya nihil kompetisi. Walaupun partisipasinya ada, tetapi bernilai nol.

Sementara dalam demokrasi, antara kontestasi dan partisipasi harus dipenuhi secara utuh dan tidak bisa dipisahkan.

"Saya kira membubarkan partai politik yang mendukung kotak kosong di Pilpres 2024 sebagai sanksi politik. Karena partai yang mendukung wacana tersebut telah kehilangan makna, visi serta nilai perjuangannya," kata Zainul.

Dia menyebut dua alasan parpol yang mendukung wacana kotak kosong perlu dijatuhi sanksi. Pertama, partai telah gagal memaknai hakikat dari kontestasi dan partisipasi dalam demokrasi.

Sebagai organisasi politik, hal tersebut dinilai sangat membahayakan masa depan demokrasi.

Kedua, partai gagal melaksanakan fungsi rekrutmen atau kaderisasi partai.

Menurutnya, sanksi telah diatur dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu.

Pasal 235 poin (5) menyebut, "Dalam hal partai politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi syarat mengajukan Pasangan Calon tidak mengajukan bakal Pasangan Calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti Pemilu berikutnya".

"Jadi apa gunanya ada partai sebagai organisasi politik yang menyatukan kesamaan visi dan nilai perjuangannya. Namun tidak mampu melakukan kaderisasi dan rekrutmen, tidak mampu mengusulkan kader partainya untuk berkompetisi dalam pemilu, serta yang paling parah yaitu partai mengusulkan kader partai lain dalam pemilu" katanya.

Zainul bahkan menegaskan, bangunan koalisi partai dengan mengusulkan kader partai lain merupakan bentuk persekongkolan politik dalam demokrasi.

Hal inilah yang membuat nilai partisipasi partai nol dalam pemilu. (gir/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler