jpnn.com, JAKARTA - Kasus hukum yang menimpa mantan pegawai honorer di salah satu SMA Negeri di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril Maknun, sangat disayangkan bahkan diprotes keras banyak pihak.
Meski diduga menjadi korban pelecehan seksual secara verbal oleh atasannya, Nuril malah divonis Mahkamah Agung (MA) bersalah karena menyebarkan rekaman bermuatan kesusilaan.
BACA JUGA: DPD RI: Jangan Sampai Hukum Kehilangan Hakikatnya
Nuril dihukum enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta dalam putusan kasasi MA.
Anggota DPD yang juga aktivis perempuan, Fahira Idris mengatakan jangan sampai hukum kehilangan hakikatnya.
BACA JUGA: Fahira Idris Sudah Muak, Minta KPU Percepat Debat Capres
Dia menegaskan bahwa intisari dari hukum itu adalah keadilan. "Menurut saya, Ibu Nuril belum mendapatkan itu," tegas Fahira.
Dia menegaskan walau sebagai warga negara (WN) harus menerima vonis hakim, tetapi sebagai WN juga berhak menyampaikan keperihatinan. Fahira berharap Nuril menempuh langkah hukum selanjutnya atau peninjauan kembali (PK).
"Kita doakan bersama keadilan bisa menghampiri Ibu Nuril,” ajak Fahira.
BACA JUGA: Fahira Lapor ke Polda Terkait Laporan Presidium JAFRI
Dia mengungkapkan, salah satu agenda penting bangsa ini adalah melawan segala bentuk kejahatan seksual kepada perempuan baik secara fisik maupun verbal yang angkanya masih sangat tinggi.
“Saya khawatir akibat kasus ini, banyak perempuan-perempuan lain yang mungkin mengalami pelecehan seksual terutama verbal lebih memilih diam dan bungkam," katanya.
Senator daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta itu menyatakan tentunya ini kontradiktif dalam upaya melawan segala macam bentuk kejahatan seksual terhadap perempuan. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemberian Subsidi untuk Buruh DKI Patut Diapresiasi
Redaktur : Tim Redaksi