jpnn.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) menyatakan siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi di tahun ini.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan langkah ini mmendukung upaya pemerintah membangun kemandirian energi dan juga menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
BACA JUGA: Kadin: Techno-Commercial yang Dirancang PLN Jangan Sekadar Mengejar Penetrasi EBT
Adapun saat ini impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat.
"Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun," ungkap Darmawan, Rabu (16/2).
BACA JUGA: Begini Cara Menghitung Besaran kWh Pembelian Token Listrik PLN
Menurut dia dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi.
"Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan atau (current account defisit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan," ujarnnya.
BACA JUGA: PLN Targetkan Pembangkit EBT 648 MW Beroperasi Tahun Ini
Lebih lanjut, kompor induksi tak hanya menekan angka impor tetapi juga subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak.
Pada tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024.
Darmawan menjelaskan saat ini pemakaian LPG memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal jika dicermati harga LPG di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN.
Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp 13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp 7.000 per kg.
Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 6.500 untuk subsidi per kg LPG.
“Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500,” ujar Darmawan.
Menghitung perbandingan berbasis kalori, satu kilogram LPG setara dengan tujuh kWh listrik. Harga keekonomian satu kilogram LPG yaitu Rp 13.500 jelas lebih mahal daripada tujuh kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250.
"Harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp 3.250 per kilogram dibandingkan dengan pemanfaatan listrik," jelas Darmawan.
PLN menilai konversi ke kompor induksi ini juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik.
“Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat. Seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya,” ujar Darmawan.(mcr28/jpnn)
Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu