jpnn.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengingatkan aspek techno-commercial yang akan dirancang oleh PT PLN (Persero) tidak sekedar mengejar penetrasi energi baru terbarukan (EBT) sehingga berimbas pada tingginya harga listrik EBT.
"Jangan sampai untuk alasan mengejar penetrasi EBT yang tinggi, akhirnya membuat harga listrik EBT akan menjadi terlalu tinggi," kata Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan Kadin Indonesia Muhammad Yusrizki dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (16/2).
BACA JUGA: Begini Cara Menghitung Besaran kWh Pembelian Token Listrik PLN
Menurut Yusrizki, aspek techno-commercial untuk kebutuhan energi hijau ini sedang menjadi fokus perhatian dunia usaha.
Saat ini, PLN sedang menyiapkan rancangan program de-dieselisasi untuk menekan konsumsi BBM, mengurangi impor energi Indonesia, serta meningkatkan bauran energi terbarukan.
BACA JUGA: Kadin Dorong Dirut PLN Konsisten dalam Pemanfaatan EBT
Untuk itu, PLN merencanakan untuk melakukan konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke EBT dengan total kapasitas PLTD sampai dengan 499 MW.
Pada tahap pertama yang akan dimulai oleh PLN dalam waktu dekat, total kapasitas PLTD yang dikonversi mencapai 250 MW.
BACA JUGA: Menkominfo Dorong Kadin Berperan Besar Pada Akselerasi Transformasi Digital Indonesia
Sementara tahap kedua, yang masih dalam kajian PLN, kapasitas PLTD yang akan dikonversi 249 MW.
PLN juga menyatakan bahwa untuk mendorong kompetisi dan inovasi, pada proses pengadaan pembangkit EBT terkait de-dieselisasi, tidak akan membatasi teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya maupun battery.
Dengan demikian, kondisi ini akan memberikan ruang bagi pengembang untuk membawa teknologi-teknologi baru tidak terbatas pada teknologi battery VLRA ataupun lithium. Namun, juga teknologi baru seperti vanadium redox flow.
Oleh karena itu, Yusrizki menekankan bahwa de-dieselisasi PLN merupakan program EBT pertama dalam beberapa tahun dengan kapasitas yang masif dan memiliki kepentingan nasional yang sangat kuat.
"Oleh karena itu Kadin mengajak PLN dan dunia usaha untuk bersama-sama mengawal aspek-aspek techno-commercial, sehingga inisiatif PLN ini menjadi inisiatif yang feasible dan terutama investable," katanya.
Yusrizki mengatakan program de-dieselisasi ini juga memberikan jalan untuk pasar PLTS yang besar di Indonesia dan regulasi sudah seharusnya mendukung dan memberikan jalan bagi program PLN.
Dia meyakinkan Kadin untuk mendukung industri nasional sekaligus harus realistis, mengingat pabrikan lokal hanya mampu memberikan kandungan lokal hingga 40 persen-42 persen untuk kebutuhan panel surya.
Padahal, lanjut dia, dalam Peraturan Menteri Perindustrian, tingkat komponen dalam negeri untuk kebutuhan panel surya harus mencapai 60 persen pada 2022.
"Mari sesuaikan regulasi itu dengan realitas yang ada, lalu bersama-sama cari jalan untuk meningkatkan tingkat komponen dalam negeri dan nilai tambah domestik," kata Yusrizki.
Dalam kesempatan ini, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero) Wiluyo Kusdwiharto mengharapkan Kadin Indonesia dapat menjembatani komunikasi dengan Kementerian Perindustrian terkait program energi hijau.
Salah satunya, terkait fleksibilitas penggunaan tingkat komponen dalam negeri dalam program de-dieselisasi, mengingat industri nasional tidak boleh hanya menjadi penonton.
“Ketentuan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) yang ada saat ini tidak perlu dihilangkan. Kami dukung industri nasional, tetapi PLN berharap Kadi dapat menjembatani diskusi dengan Kementerian Perindustrian sehingga ada fleksibilitas TKDN," katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy