jpnn.com - JAKARTA- Deklarasi menolak turnamen yang dibacakan oleh APPI beberapa hari lalu menimbulkan polemik di lapangan. APPI sempat dipermasalahkan oleh PSSI karena berpiha kepada pemerintah. Untuk itu, wakil presiden APPI, Bambang Pamungkas kemudian membuat sebuah catatan untuk meluruskan polemik tersebut.
Berikut catatan dari Bambang Pamungkas, yang dikirimkan kepada JPNN;
BACA JUGA: Gara-Gara Pemain Ribut, Arema-Mitra Kukar Didenda Rp 50 Juta
Kami Pesepak bola yang tergabung di Asosiasi Pesepak bola Profesional Indonesia (APPI). Merujuk pada situasi dan kondisi sepak bola Nasional saat ini, dengan ini kami menyampaikan deklarasi dan sikap kami sebagai berikut :
BACA JUGA: Puji Tuhan Jika Saya Bisa Melatih Persib
1. Turnamen yang beberapa kali dilaksanakan saat ini tidak bisa dijadikan solusi atas kondisi sepakbola nasional serta memberikan perlindungan yang maksimal kepada pesepak bola
2. Turnamen justru menjadikan kesenjangan dan ketidakadilan serta ketidak pastian bagi para pesepak bola khususnya bagi mereka yang klubnya tidak ikut bermain
BACA JUGA: Jambi Boleh Berbangga, Dua Atlet-nya Dipanggil Ikut Pelatnas Sea Games
3. Pesepak bola mendorong Klub-Klub untuk tidak mengikuti turnamen-turnamen profesional selanjutnya apabila tidak ada kepastian pelaksanaan Liga profesional, hal ini juga demi kepentingan Klub-Klub
4. Sesuai dengan situasi dan kondisi sepak bola Nasional saat ini, pesepak bola mendesak kepada operator yang berniat menjalankan liga untuk berkoordinasi guna mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
5. Pesepak bola mendorong pemerintah untuk segera menggulirkan kompetisi sepak bola yang profesional dan berjenjang demi kepastian persepak bolaan Nasional
6. Kami EXCO APPI bersama dengan pesepak bola lainnya MENOLAK untuk bermain di turnamen-turnamen profesional selanjutnya hingga ada kepastian dan atau adanya jaminan kapan diselengarakannya Liga Sepak bola Profesional di Indonesia.
Poin tersebut di atas adalah isi dari deklarasikan Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) yang dibacakan pada hari Kamis, 14 Januari 2016, di Hotel Atlet Century, Jakarta. Pernyataan sikap yang cukup menarik perhatian dari masyarakat luas. Baik mereka yang awan dengan sepakbola, suporter dan sudah barang tentu kedua pihak yang saat ini tengah berseteru.
Sejak dibacakannya deklarasi tersebut, komentar pun terus berdatangan. Komentar tersebut datang dengan konten yang sangat beragam. Dari sekian banyak komentar, ada satu yang sangat menarik bagi saya, yaitu respon dari klub mengenai deklarasi tersebut.
Begitu banyak klub yang mendukung gerakan ini, utamanya klub-klub yang saat ini tidak mendapat kesempatan berkiprah di beberapa turnamen yang sudah digelar. Lebih menarik lagi, respon yang kurang lebih serupa juga hadir dari klub-klub yang berpartisipasi di beberapa turnamen belakangan ini. Walaupun masih diselipi dengan embel-embel "jika klub yang lain setuju kami juga mendukung".
Artinya, sebenarnya secara kepentingan, harus diakui jika klub-klub pun sepaham dengan apa yang diinginkan oleh para pesepakbola, yaitu kompetisi (liga) bukan sekedar turnamen. Karena dari segi apapun, bergulirnya kompetisi jelas lebih menguntungkan bagi klub dibanding hanya sekedar sebuah turnamen.
Namun dinamika politik yang terjadi dalam tubuh organisasi, yang pada akhirnya membuat klub-klub selalu saling menunggu untuk menyuarakannya. Beberapa klub dengan tegas menentang gerakan menolak turnamen dari pemain tersebut.
Namun sejauh yang pengamatan saya, sikap klub-klub yang menolak tersebut lebih kepada kesalahpahaman mereka dalam mengartikan poin-poin yang terdapat dalam deklarasi tersebut. Padahal APPI melalui deklarasi ini mengajak klub untuk bersama-sama mendorong kembali digulirkannya liga. Bukankah itu juga yang diperjuangkan klub selama ini. Bukankah klub kesulitan menjalankan roda organisasi karena tidak adanya liga?
Jadi sebuah kesalahpahaman jika klub merasa deklarasi APPI ini adalah untuk menyerang klub. Hal tersebut diperparah dengan adanya provokasi dari pihak yang merasa kurang nyaman (merasa terancam) dengan pernyataan sikap yang dideklarasikan oleh para pesepakbola.
Padahal APPI melalui deklarasi ini mengajak klub untuk bersama-sama mendorong kembali digulirkannya liga. Bukankah itu juga yang diperjuangkan klub selama ini. Bukankah klub kesulitan menjalankan roda organisasi karena tidak adanya liga? Jadi sebuah kesalahpahaman jika klub merasa deklarasi ini adalah untuk menyerang klub
Sedang tanggapan masyarakat pecinta sepak bola secara umum, menurut saya sangat baik. Mereka cukup antusias. Ini membuktikan, jika sejujurnya masyarakat juga sudah muak dengan drama dari konflik yang tak berujung ini.
Namun ada juga pihak-pihak yang tidak sepaham dan menentang keras pernyataan sikap dari APPI tersebut, utamanya oleh kubu federasi. Hal tersebut karena adanya salah penafsiran mengenai salah satu poin yang ada dalam deklarasi tersebut, yaitu poin nomer 5. Dimana menurut pemahaman mereka, di poin tersebut APPI telah keluar jalur, dan berpihak kepada pemerintah.
Baik, dibawah ini saya akan coba jelaskan mengenai penjabaran dari poin yang dimaksud:
Poin ke 5: "Pesepakbola mendorong pemerintah untuk segera menggulirkan kompetisi sepakbola yang profesional dan berjenjang demi kepastian persepak bolaan Nasional".
Kebanyakan dari mereka berpikir, jika penjabaran dari poin tersebut adalah APPI menyetujui jika tata kelola sepakbola Indonesia diambil alih, dan dijalankan oleh pemerintah. Dimana hal tersebut jelas-jelas melanggar statuta FIFA. Di poin ini mereka berpikir jika APPI telah menghianati federasi. Disinil mereka gagal paham.
Padahal apa yang APPI maksud adalah sebagai berikut:
Semenjak dikeluarkannya SK bernomor 01307, bertanggal 17 April 2015, tentang pembekuan PSSI. Maka secara otomatis PSSI tidak lagi dapat beraktivitas dengan sebagaimana mestinya.
Walaupun pada akhirnya gugatan PSSI mengenai SK pembekuan tersebut dikabulkan, namun fakta yang terjadi sampai dengan saat saya menulis artikel ini adalah, PSSI tidak memiliki kemampuan lagi untuk menjalankan roda organisasinya.
Dan oleh karena itu, maka saat ini bola berada di tangan pemerintah. Di poin tersebut APPI menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas akibat dari surat pembekuan tersebut. Akan menjadi tidak relevan ketika kami meminta pertanggung jawaban kepada federasi, mengingat saat ini federasi dalam posisi tidak berdaya.
Bertanggung jawab dengan apa? Ya dengan kembali menggelar kompetisi yang berjenjang. Caranya bagaimana? Ya dengan segera berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait. Siapa itu.? Ya klub, operator, serta bila perlu dan memungkinkan ya federasi.
Artinya, disini APPI malah mendorong semua pihak untuk segera berkoordinasi demi mencari jalan keluar terbaik dari permasahan ini. Mengingat pemain sudah bosan dan lelah dengan konflik berkepanjangan seperti ini. Jadi jika tafsir mereka adalah APPI pro kepada pemerintah, rasanya kok kurang tepat.
Dari pengamatan saya, selama konflik sepak bola di Indonesia sejak tahun 2011. Kebiasaan pengurus sepak bola kita ini, hanya sepakat terhadap hal-hal yang sesuai dengan keinginan mereka. Sedang hal-hal yang sifatnya kritik atau koreksi, walaupun disampaikan dengan tujuan yang baik akan serta merta ditentang, dan dianggap membelot.
Oleh karena itu, dengan penjabaran dari poin ke 5 yang saya jelaskan tadi. Serta kebiasaan dari pihak-pihak yang berseteru, seperti yang juga saya sampaikan di paragraf sebelumnya. Bisa jadi mereka yang tadinya menentang poin nomer 5, saat ini berubah menjadi sepaham, dan malah mendukung poin tersebut. Karena poin koordinasilah yang selama ini mereka perjuangkan.
Jika kita baca poin tersebut secara kasat mata, yang akan timbul memang kesan keberpihakan APPI kepada pemerintah. Namun jika kita baca dengan menyesuaikan situasi dan kondisi riil seperti yang saat ini terjadi saat ini, maka sebenarnya APPI tengah mengambil sikap yang rasional.
Karena menjadi tidak rasional, dan tidak relevan jika kami menuntut federasi untuk segera menyelenggarakan liga. Dimana saat ini federasi tidak lagi memiliki kekuatan untuk dapat melakukan apa-apa. Dengan demikian sekali lagi, mengingat saat ini bola panas tersebut berada di tangan pemerintah, maka APPI menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab. Salah satunya dengan menghentikan turnamen, dan menyelenggarakan liga.
Secara pribadi saya melihatnya seperti ini. Deklarasi #MenolakTurnamen ini adalah sebuah langkah besar bagi para pesepak bola di Indonesia. Sebuah pesan moral yang ingin kami sebar luaskan adalah setelah sekian lama ikut arus, pada akhirnya para pesepak bola Indonesia memahami arti penting posisi mereka, dan berani untuk bersikap.
Akhir sekali saya ingin memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada presiden APPI yang juga sahabat saya Ponaryo Astaman. Yang selama beberapa bulan terakhir berkeliling mulai dari Jakarta, Medan, Surabaya, Samarinda, Balikpapan, Jogja, Kuala Lumpur hingga Amsterdam guna mewakili, dan memperjuangkan nasib para pesepak bola di Indonesia. Sebuah tanggung jawab yang tidak saja menyita waktu, namun jika konsentrasi dan pikiran. Salut.
Tenang Nyo, pada akhirnya cepat atau lambat orang akan lupa dengan kegagalanmu menjadi eksekutor pinalti kemarin. Namun apa yang sudah kamu perjuangkan selama beberapa bulan terakhir bagi para pesepak bola Indonesia, akan diingat sampai kapanpun, terutama oleh generasi pesepak bola di masa yang akan datang.
Bagi seluruh pesepak bola yang mendukung, dan sepakat untuk berjuang bersama-sama melalui gerakan ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Apapun hasil dari perjuangan ini, saya bangga telah berjuang bersama rekan-rekan semua. (dkk/jpnn)
Kami #APPI #MenolakTurnamen
Bambang Pamungkas
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ajang Cooling Down Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo
Redaktur : Tim Redaksi