Bamsoet Heran Masih Ada yang Ragukan PPHN sebagai Panduan Pembangunan Nasional

Senin, 29 Agustus 2022 – 17:34 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (kanan) melantik Faisal Amri dari Kelompok DPD sebagai anggota MPR RI dalam Pergantian Antarwaktu di Kompleks MPR RI, Jakarta, Senin (29/8). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) heran masih ada yang meragukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai panduan pembangunan nasional.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan kebutuhan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah dirasakan sejak awal kemerdekaan. Pada 1960, MPRS menetapkan Ketetapan MPRS Nomor: I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia.

BACA JUGA: Bamsoet Sebut Komcad Indonesia Masih belum Optimal, Ini Alasannya

"Ketetapan ini menjadi pedoman dalam menyusun cetak biru pembangunan yang selanjutnya ditetapkan MPRS. Saya heran kalau hari gini masih ada yang ragu terhadap kehadiran PPHN," ucap Bamsoet.

Hal itu dikatakannya seusai melantik Faisal Amri dari Kelompok DPD menjadi Anggota MPR RI dalam Pergantian Antar Waktu, di Komplek MPR RI, Jakarta, Senin (29/8).

BACA JUGA: Bamsoet Tegaskan Semua Warga Berhak dan Wajib Ikut Bela Negara

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan kebutuhan GBHN terus berlanjut pada era Pemerintahan Presiden Soeharto. Pada rentang 1973 sampai 1998, MPR menetapkan enam Ketetapan MPR tentang GBHN. 

"GBHN tetap dibutuhkan pada awal reformasi. MPR menetapkan Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara," ucap Bamsoet.

BACA JUGA: Kerajaan RRQ Hoshi Luluh Lantak oleh Evos dan Rebellion di Pekan Ketiga MPL

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila menambahkan eksistensi GBHN hilang sejalan dengan dipilihnya presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. 

Para perumus perubahan Undang-Undang Dasar tidak memperhitungkan akibat dari keputusan politik yang diambilnya saat itu. 

Salah satu akibat dari model perencanaan pembangunan yang berlaku saat ini adalah pembangunan menjadi sangat bersifat eksekutif sentris. 

UUD menyebutkan terdapat lembaga-lembaga negara lain yang mewakili cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif yang juga memerlukan haluan dalam menjalankan wewenang dan tugasnya. 

Akibatnya, cabang-cabang kekuasaan dalam negara seperti tidak terhubung antara satu dengan yang lain, dan terkesan berjalan sendiri-sendiri.

"Tidak heran jika kini berkembang anggapan bahwa pandangan yang menjadikan pemilihan langsung sebagai alasan untuk menghilangkan eksistensi GBHN merupakan pemikiran yang keliru,’’ ucapnya.

Pemilihan langsung hanyalah bentuk sistem pemilihan presiden yang merupakan konsekuensi logis dari wujud kedaulatan rakyat. 

Pemberi kedaulatan yang terwakili oleh lembaga perwakilan rakyat yang paling lengkap, yaitu MPR seharusnya tetap memiliki hak untuk merumuskan arah haluan pembangunan nasional.

Dewan Pakar KAHMI tersebut menekankan PPHN sebagai panduan pembangunan menemui relevansinya. Mengembalikan hal baik yang pernah ada di masa lalu ternyata tidak mudah. 

Dalam dua periode keanggotaan lalu, MPR hanya mampu menghasilkan rekomendasi ke rekomendasi lagi, kepada MPR periode berikutnya.

‘’Jika tidak ada halangan, pada pertengahan September, MPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk menindaklanjuti hasil kajian substansi dan bentuk hukum PPHN yang diselesaikan Badan Pengkajian MPR,’’ ungkapnya. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR RI   Bambang Soesatyo   Bamsoet   PPHN   GBHN  

Terpopuler