jpnn.com, SEJONG - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan, Korea Selatan (Korsel) memiliki sejarah panjang dalam memindahkan ibu kota dari Seoul ke Sejong.
Ide awal pembangunan dan pemindahan ibu kota dari Seoul ke Sejong diawali pada 2002 oleh calon Presiden Roh Moo-hyun di tengah pemilu presiden ke-16.
BACA JUGA: Ketua MPR Amati Progres Pembangunan Ibu Kota Sejong di Korsel
Alasannya adalah memperluas pemerataan pembangunan di Korsel serta mengurai kepadatan penduduk.
Selain itu, Seoul dinilai terlalu dekat dengan Korea Utara yang berjarak sekitar 40 km dari perbatasan sehingga sangat mudah diserang.
BACA JUGA: Bamsoet Bertemu Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Ini yang Dibahas
Saat terpilih memimpin Korea, Presiden Roh Moo-hyun serius mewujudkan idenya tersebut.
"Selama memimpin Korsel sejak 25 Februari 2003 sampai 24 Februari 2008, Presiden Roh Moo-hyun senantiasa berusaha mewujudkan janji kampanyenya untuk memindahkan ibu kota dari Seoul," ujar ketua Indonesian Korea Network (IKN) ini.
BACA JUGA: Pesan Idulfitri Bamsoet Amat Spesial, Begini Kalimatnya
Jalan yang dilalui tidak mudah karena harus menghadapi penolakan dari oposisi pemerintahan.
Pada 2004, Undang-Undang Khusus tentang pembentukan ibu kota administratif varu untuk merelokasi Seoul sebagai ibu kota Republik Korea sampai dinyatakan inkonstitusional.
Hal ini dikatakan Bamsoet seusai meninjau perkembangan pembangunan Kota Sejong, Korea Selatan, Jumat (6/5).
Bamsoet diterima secara langsung oleh Kepala Otorita Nasional Pembangunan Kota Sejong Park Mooik.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, selain penolakan pemindahan ibu kota, Presiden Roh Moo-hyun harus menghadapi berbagai masalah politik di dalam negeri.
Hingga akhirnya, dia wafat di usia 62 tahun setelah terjun bebas dari jurang pegunungan di belakang rumahnya di Desa Bongha.
Menurut pengacaranya, Presiden Roh Moo-hyun meninggalkan catatan yang mengatakan bahwa hidupnya sulit dan meminta maaf telah membuat banyak orang menderita.
"Namun, ide awal pemindahan Ibu Kota Korsel dari Seoul ke Sejong tersebut yang awalnya banyak ditentang berbagai pihak akhirnya menjadi legacy besar," ungkap Bamsoet.
Hingga akhirnya, secara resmi kenegaraan, pembangunan dan pemindahan ibu kota dari Seoul ke Sejong bisa resmi dimulai pada 2005 dengan ditandai pengesahan Undang-Undang Khusus tentang Pembangunan Kota Administratif," ungkap Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Sejong berlanjut pada 2005.
Pemerintah Korsel membentuk National Agency for Administrative City Construction (NAACC).
Yakni, organisasi di bawah Kementerian Pertahanan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea yang bertugas mengawal pembangunan dan pemindahan kementerian dan lembaga negara dari Seoul ke Sejong.
Pada 2007, dilakukan groundbreaking pembangunan Kota Sejong. Kemudian, pada 2012, Sejong Special Self-governing City (Local Government) secara resmi diluncurkan pemerintah Korsel.
"Pemindahan berbagai kementerian/lembaga negara dari Seoul ke Sejong dimulai secara bertahap dari 2012 hingga target selesai direlokasi pada 2030," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menekankan, pengalaman Korsel tersebut menjadi pelajaran besar bagi Indonesia yang saat ini berjuang membangun dan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Pembangunan dan pemindahan ibu kota tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu sekejap.
Butuh komitmen dan konsistensi bersama, khususnya dari satu periode pemerintahan ke pemerintahan penggantinya.
"Kota Sejong memiliki konsep smart city yang telah memiliki standar internasional. Tidak sekadar menjadi ibu kota administratif dan tujuan destinasi wisata bagi para turis, Kota Sejong dikembangkan dengan visi menjadi smart city," tandas Bamsoet. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi