Bamsoet: Indonesia Memerlukan Pokok-pokok Haluan Negara

Senin, 09 November 2020 – 16:12 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto humas MPR for JPNN.com.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan Indonesia memerlukan pokok-pokok haluan negara untuk memberikan arah pembanguan bangsa ke depan.

Ia menambahkan, meskipun akan menuju masa Indonesia Emas, sampai hari ini belum terdapat gambaran jelas akan seperti apa negara dan bangsa pada 2045, saat merayakan 100 tahun Indonesia merdeka.

BACA JUGA: Bamsoet: MPR RI Tetap Punya Kewenangan Tertinggi

"Apakah Jakarta akan tetap seperti ini?  Bengkulu, Jambi, Kalimantan? Dan apakah ibu kota akan pindah, semua masih gelap," kata Bambang saat Focus Group Discussion bertema "Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila" secara virtual, Senin (9/11).

Sebab, ujar Bamsoet, semua bisa dipatahkan dengan visi misi presiden yang terus bergantian dalam 25 tahun yang akan datang sampai 2045.

BACA JUGA: 4 Terduga Teroris yang Ditangkap di Lampung Sudah Menyiapkan Amaliyah di Pulau Jawa

"Masih akan ada empat hingga lima kali lagi pilpres jelang usia 100 tahun Indonesia merdeka," ungkap dia.

Menurut Bambang, sejak terpilih dan dipercaya sebagai ketua MPR, ia bersama pimpinan MPR lainnya sudah melakukan silaturahmi kebangsaan. Pimpinan MPR mengunjungi antara lain PP Muhammadiyah, PBNU, para ketua umum partai politik, dan tokoh bangsa serta tokoh agama.

BACA JUGA: Mahasiswi Cantik Melintas di Jalanan Sepi, Seorang Lelaki Membuntuti, Terjadilah

Menurut dia, rata-rata sejalan dengan pemikiran Forum Rektor Indonesia, yakni perlunya menghadirkan kembali pokok-pokok haluan negara agar arah bangsa ini jelas ke depannya.

"Tidak terpengaruh oleh pergantian presiden dan selera presiden, siapa pun presidennya nanti," ujarnya.

Mantan ketua DPR itu mengatakan visi misi presiden dan wakil presiden harus berawal dan bersumber dari materi pokok-pokok haluan negara.

"Sehingga itulah yang disampaikan dalam visi misi setiap capres dan cawapres yang berkampanye, dan bagaimana strategi mencapainya," katanya.

Menurutnya, dengan mengacu pokok-pokok haluan negara, maka visi misi capres, gubernur, bupati, dan wali kota, menjadi terintegrasi. Tidak boleh ada presiden, gubernur, bupati, wali kota, yang memiliki visi misi tak bersumber kepada pokok-pokok haluan negara yang sudah diputuskan secara nasional dalam jangka waktu 50 bahkan 100 tahun.

"Namun, untuk sementara pokok-pokok haluan ini kami batasi saja sampai 2045, atau 25 tahun," ujarnya.

Ia berharap, Indonesia saat 100 tahun kemerdekaan atau 2045 nanti, memiliki pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, pembangunan fisik dan infrastruktur yang baik.

Selain itu, kata Bamsoet, bila pengin pindah ibu kota atau tetap di Jakarta, maka harus menjadi sebuah konsensus nasional.

"Sehingga kalau diputuskan nanti ibu kota negara pindah karena beban Jakarta penuh, maka siapa pun presiden yang nanti menggantikan presiden hari ini harus mewujudkan itu," katanya.

Pun demikian dengan pembangunan infrastruktur. Bila sudah ditetapkan membangun infrastruktur yang menghubungkan antarpulau, antardesa, daerah, maupun provinsi, haruslah dilanjutkan.

"Maka presiden, siapa pun nanti yang terpiluh, akan mewujudkan itu. Termasuk gubernur, bupati, wali kota, yang (daerahnya) memasuki jalur infrastruktur yang sudah diputuskan. Supaya ada integrasi pembangunan ekonomi yang jelas," jelas politikus Partai Golkar yang karib disapa Bamsoet, itu.

Sayangnya, kata Bamsoet, terdapat pemahaman yang mereduksi peran MPR agar tidak merancang dan menetapkan ketetapan-ketetapan MPR yang strategis.

"Termasuk ketetapan MPR yang mengatur tentang rancangan pembangunan nasional," ungkap dia.

Menurutnya, saat ini masih ada isu kuat yang mengalir di publik terkait penguatan MPR. Padahal, kata dia, penguatan kewenangan MPR diperlukan agar majelis diberikan wewenang tidak saja hanya membuat haluan negara tetapi juga menetapkan dan menegakkannya.

Jadi, ujar dia, isu yang menguat adalah ketika MPR diberikan kewenangan menetapkan pokok-pokok haluan negara, seolah-olah nanti dikhawatirkan presiden bertanggung jawab pada MPR.

"Padahal, tidak. Jadi, inilah barangkali celah bagi para pihak yang khawatir MPR menguat kembali jika GBHN dibuat MPR," kata dia.

Selain Bamsoet sebagai keynote speaker, FGD itu dihadiri secara virtual antara lain Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani, Hidayat Nur Wahid, Arsul Sani. Pengantar disampaikan oleh Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Wakil Forum Rektor Indonesia (FRI) Nasrullah Yusuf, dengan narasumber Ravik Karsidi (FRI), pakar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Soffian Effendi, dari Aliansi Kebangsaan Yudi Latif, dan Sekjen Aliansi Kebangsaan Ahmad Zacky Siradj.  (boy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler