Bamsoet Ingatkan Kepala Daerah Tidak Tergoda untuk Korupsi Meski Kesempatan Itu Ada

Jumat, 09 Agustus 2024 – 09:15 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet saat menyampaikan sambutan di acara Pemimpin Daerah Awards 2024 yang berlangsung di Jakarta pada Kamis (8/8) malam. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengapresiasi atas penyelenggaraan acara Pemimpin Daerah Awards 2024 yang diinisiasi INews Media Group.

Menurut Bamsoet, acara ini merupakan kepedulian insan media untuk terus mendorong para pemimpin daerah untuk terus berprestasi sekaligus memberikan contoh kepada pemimpin daerah yang lain agar termotivasi untuk juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.

BACA JUGA: Dimeriahkan Wika Salim dan Abdel, Pemimpin Daerah Awards 2024 Siapkan 8 Penghargaan

Bamsoet juga mengingatkan agar para pemimpin daerah untuk terus tawakal dan tidak tergoda dengan perbuatan tercela, seperti korupsi, meski kesempatan itu terbuka.

Dalam kesempatan itu, Bamsoet menyinggung banyaknya pemimpin daerah terjerat kasus korupsi.

BACA JUGA: Kahiyang & Bobby Disebut dalam Sidang Korupsi, Petrus Minta KPK Buka Penyelidikan Baru

Sejak berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga 2022 saja, tercatat setidaknya 154 bupati atau wali kota dan 22 gubernur tersandung kasus rasuah.

"Salah satu penyebabnya karena sistem pemilihan langsung yang tidak diimbangi dengan tingkat literasi politik yang memadai. Akibatnya, Pilkada bukan menjadi sarana pertarungan gagasan melainkan menjadikan sarana pertarungan politik uang," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, Jumat (9/8).

BACA JUGA: ARMI Desak KPK Tuntaskan Proyek Multiyears 2018-2021 di Papua

Menurut Bamsoet, Pilkada telah menjadi arena transaksional, di mana untuk mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati/walikota, kandidat harus menyiapkan dana yang sangat besar.

Kajian KPK dan LIPI melaporkan, biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota bisa mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar, dan untuk gubernur sebesar Rp 100 miliar.

"Itu belum termasuk sumbangan sukarela tanpa tekanan untuk mendapatkan tiket maju Pilkada," ungkap Bamsoet.

Bamsoet menilai melihat besaran 'mahar' yang harus disiapkan bagi mereka yang mencalonkan diri di pemilihan bupati/wali kota atau gubernur tersebut sungguh di luar nalar dan akal sehat.

"Karena gaji dari jabatan selama lima tahun periode kepemimpinan tidak akan cukup untuk mengganti dana yang sudah dikeluarkan. Akibatnya pada saat menjabat, banyak pemimpin daerah terjebak pada praktik korupsi, baik dari perizinan, hingga ke proyek pengadaan barang/jasa," ujar Bamsoet.

Untuk keluar dari 'lingkaran sesat' ini, kata Bamsoet, sangat penting bagi partai politik sebagai hulu dari lahirnya pejabat publik untuk menerapkan sistem integritas partai politik sehingga ada kejelasan sumber keuangan dan alokasi anggaran.

Partai politik juga harus memperkuat sistem kaderisasi sehingga kandidat yang dicalonkan dalam Pilkada bukan hanya orang yang populer, melainkan juga memahami visi, misi, program kerja, dan semangat juang partai.

"Akibat maraknya politik uang, tidak heran jika kini banyak kalangan yang menilai bahwa Pemilu Indonesia paling liberal di dunia sudah melenceng jauh dari sistem demokrasi Pancasila sesuai semangat perwakilan sebagaimana terdapat dalam sila ke-4 Pancasila," tegasnya.

Karena itu, lanjut Bamsoet, kini mulai banyak pihak menyuarakan pentingnya evaluasi menyeluruh untuk kembali menghadirkan politik programatik bukan politik pragmatis, serta kompetisi elektoral berbasis partai untuk mengurangi penggunaan politik uang. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler