Bamsoet: Jangan Cuma Premanisme Debt Collector, Perusahaan Leasing Juga Harus Ditindak Tegas

Selasa, 11 Mei 2021 – 14:56 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah tegas Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran serta aparat gabungan TNI dan Polri menangkap 11 debt collector yang melakukan aksi premanisme mengepung mobil yang dikendarai anggota TNI Serda Nurhadi di Koja, Jakarta Utara.

Sosok yang karib disapa Bamsoet itu meminta Polri menindak tegas oknum PT ACK. Selain itu, mantan ketua Komisi III DPR yang membidangi hukum, HAM, keamanan ini meminta Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan kewenangan yang diberikan negara memberikan sanksi berat kepada perusahaan leasing Clipan Finance.

BACA JUGA: Kodam Jaya Lakukan Ini Setelah Viral Video Serda Nurhadi Dikerubuti Debt Collector

Dia menyatakan hal tersebut harus menjadi pelajaran, tidak saja bagi para debt collector tapi juga perusahaan leasing lainnya agar tidak seenaknya bertindak. Terlebih tindakan pengambilan paksa kendaraan bisa dijerat Pasal 362 dan/atau Pasal 365 KUHP.

Bamsoet menuturkan bahwa debt collector tidak memiliki landasan hukum dan kewenangan untuk menarik kendaraan debitur secara paksa.

BACA JUGA: TNI AD Kecam Perlakuan Arogan Debt Collector kepada Serda Nurhadi

Menurutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 menegaskan bahwa perusahaan pemberi kredit (leasing) atau kuasanya (debt collector) tidak bisa mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.

“Polisi harus menindak tegas aksi premanisme debt collector yang nekat mengambil paksa kendaraan debitur secara sepihak," ujar Bamsoet di Bali, Selasa (11/5).

BACA JUGA: Rampas Mobil Wanita Hamil di Jalan, Dua Debt Collector Diamankan Polisi

Ketua ke-20 DPR RI ini menjelaskan dalam putusan MK tersebut diatur bahwa kreditur atau kuasanya (debt collector) harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik objek jaminan fidusia.

Dia menjelaskan mereka juga tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi.

"Kewajiban debitur menyelesaikan piutangnya merupakan satu sisi yang tidak boleh dijadikan alasan melakukan teror yang disertai penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap martabat debitur," jelas Bamsoet.

Ketua umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menerangkan debt collector yang menyita sepihak atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum dapat dilaporkan ke polisi dan dijerat Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Menurut Bamsoet, apabila dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka bisa dijerat dengan Pasal 365 Ayat 1 KUHP.

Dia menegaskan kreditur sebagai pihak yang memberi kuasa terhadap debt collector punya peran besar menegakkan etika penagihan.

“Antara lain dilarang memaki, dilarang menggunakan ancaman/kekerasan/mempermalukan, tidak menagih kepada pihak yang tidak berhutang walaupun itu adalah keluarga debitur, serta tidak menagih di luar jam kerja yang bisa mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat," pungkas Bamsoet. (*/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler