Bamsoet: Kajian PPHN oleh Badan Pengkajian MPR RI Diharapkan Tuntas Awal 2022

Jumat, 20 Agustus 2021 – 14:48 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali bicara soal PPHN dan amendemen UUD 1945.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) berharap hasil kajian beserta naskah akademik Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang sedang dikerjakan oleh Badan Pengkajian MPR RI bisa tuntas awal 2022.

Bamsoet menyatakan bahwa kajian yang mengacu rekomendasi MPR RI periode 2009-2014 dan 2014-2019 itu, dikerjakan bersama Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI dan melibatkan pakar/akademisi dari berbagai disiplin ilmu dan perguruan tinggi, lembaga negara dan kementerian negara.

BACA JUGA: Bela Bamsoet, Junimart Anggap Benny K Harman Kurang Cermat soal PPHN

"Badan Pengkajian MPR RI yang terdiri dari para anggota DPR RI lintas fraksi dan kelompok DPD bersama sejumlah pihak terkait terus menyusun hasil kajian PPHN dan naskah akademiknya. Jadi, keliru jika ada yang mengatakan PPHN tidak pernah dibahas di Parlemen," ujar Bamsoet di Jakarta, Jumat (20/8).

Mantan Ketua Komisi III DPR itu menjelaskan pentingnya menghadirkan PPHN sebagai bintang arah pembangunan nasional itu, tidak muncul begitu saja. Tetapi, sudah menjadi rekomendasi MPR dua periode sebelumnya yang mengusulkan amendemen terbatas UUD 1945, agar MPR memiliki kewenangan menetapkan pedoman pembangunan nasional model GBHN yang disebut PPHN.

BACA JUGA: Analisis Pakar soal Habib Bahar Vs Ryan Jombang

Bamsoet menyatakan MPR RI periode saat ini hanya melaksanakan rekomendasi dari periode sebelumnya. Terlebih lagi kehadiran PPHN juga telah mendapat dukungan dari Forum Rektor Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN), serta sejumlah kampus di Indonesia.

Eks ketua DPR itu menyebut bentuk hukum yang ideal bagi PPHN adalah melalui ketetapan MPR, bukan melalui undang-undang yang masih dapat diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. Bukan juga diatur langsung dalam konstitusi.

BACA JUGA: Peringatan dari Irjen Herry Nahak, Menampung Terduga Teroris Bisa Dipidana

Sebab, katanya, PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat, serta bersifat direktif, maka materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi.

Anggota Dewan Pakar KAHMI itu menerangkan pemilihan Ketetapan MPR sebagai bentuk hukum yang ideal bagi PPHN, mempunyai konsekuensi perlunya perubahan dalam konstitusi atau amendemen terbatas UUD 1945 dengan sekurang-kurangnya berkaitan dengan dua pasal di dalamnya.

"Antara lain penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN, serta penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN," tutur Bamsoet.

Menurut wakil ketua umum Partai Golkar itu, setelah kajian PPHN selesai, pimpinan MPR RI akan menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan parpol, kelompok DPD dan para stakeholder lainnya. Tujuannya untuk membangun kesepahaman kebangsaan tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang.

Apabila semua pimpinan partai politik sudah sepaham serta sepakat dan menugaskan anggotanya untuk mengajukan dukungan tanda tangan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD, katanya, barulah pimpinan MPR akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amendemen UUD 1945 sesuai pasal 37 UUD NRI 1945, yang hanya fokus pada penambahan dua pasal.

"Sehingga, amendemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," ucap Bamsoet menegaskan.

BACA JUGA: Deklarasi Sehat Sulit Diakses, Peserta Seleksi CPNS 2021 dan PPPK Galau Lagi

Kepala Badan Bela Negara FKPPI itu menegaskan bahwa proses amendemen UUD 1945 sudah diatur dalam ketentuan Pasal 37 Ayat 1-3 UUD 1945. Ayat 1 menjelaskan bahwa usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, yakni sekitar 237 dari 711 jumlah anggota MPR.

Kemudian pada Ayat 2 Pasal 37 UUD NRI 1945 dijelaskan pula bahwa setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

Bamsoet menambahkan, disetujui tidaknya amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN sangat tergantung dinamika politik yang berkembang serta keputusan partai politik dan kelompok DPD.

"Perjalanan masih panjang. Jadi, tidak usah marah-marah apalagi sampai kebakaran jenggot. Karena MPR saat ini hanya melaksanakan tugas konstitusional yang menjadi rekomendasi MPR periode sebelumnya," tandas Bamsoet. (*/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler