Bamsoet Kembali Tegaskan Pentingnya PPHN demi Pembangunan Berkelanjutan

Kamis, 07 April 2022 – 21:15 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengikuti kuliah doktor studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran secara virtual dari Jakarta, Kamis (7/4). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus kandidat doktor studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Bambang Soesatyo mendalami disertasi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam Rangka Menghadapi Revolusi Industri 5.0.

Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menganalisis prinsip-prinsip dan teori hukum yang dapat dijadikan landasan berpikir dan yuridis PPHN sebagai payung hukum.

BACA JUGA: Bamsoet Gelar Lomba Mobil Modifikasi Berhadiah Rp 1 M, Peserta yang Ikut Bikin Kaget

Bamsoet juga telah melakukan penelitian dan sudah mendapatkan perbandingan dengan negara lain seperti Tiongkok dan Rusia.

"Sebagaimana diketahui, saat Indonesia dipimpin Presiden Soekarno, bangsa Indonesia memiliki Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana,'' ujarnya.

BACA JUGA: Bamsoet Berharap Dewan Komisioner OJK Terpilih Siap Hadapi Ekonomi Digital

Di pemerintahan Presiden Soeharto, ada Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Sejak era Reformasi, pola pembangunan berubah karena berdasarkan visi dan misi presiden-wakil presiden terpilih, yang dielaborasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 5-10 tahun.

BACA JUGA: Bamsoet: Perlu Transformasi Besar-besaran di Tubuh OJK

''Dampak negatifnya, tidak ada kesinambungan pembangunan antara satu periode pemerintahan ke pemerintahan penggantinya," ujar Bamsoet.

Hal ini dikatakannya setelah mengikuti kuliah doktor studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran secara virtual dari Jakarta, Kamis (7/4).

Ketua DPR RI ke-20 ini menerangkan, untuk menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan berbagai tantangan zaman, Indonesia perlu memiliki rencana pembangunan jangka panjang.

"Sasaran pembangunannya terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama mewujudkan masyarakat Tiongkok yang sejahtera. Kedua, Tiongkok menjadi negara maju. Ketiga, Tiongkok menjadi negara modern,'' kata Bamsoet.

Bamsoet menerangkan, Singapura yang saat ini tumbuh menjadi negara maju di Asia Tenggara memiliki visi pembangunan jangka panjang yang dikenal sebagai The Concept Plan yang dirumuskan sejak 1971.

Berisi perencanaan pembangunan yang menjadi pondasi, pedoman dan panduan dalam membangun struktur kota melalui pengelolaan lahan dan transportasi strategis.

Artinya, butuh waktu antara 40 hingga 50 tahun bagi Singapura untuk mewujudkan visi besar kenegaraannya, hingga menjadikan Singapura seperti sekarang.

"Pada beberapa negara lainnya di dunia, ketentuan mengenai pengaturan haluan negara bukanlah sesuatu yang tabu,'' ucapnya.

Negara Irlandia, India, dan Filipina misalnya, menyebutkan secara tegas prinsip-prinsip haluan negara di dalam konstitusi mereka.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, di Indonesia, pentingnya sebuah haluan negara.

MPR tidak lagi memiliki wewenang menetapkan GBHN.

Fungsinya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 - 2025.

"Namun, peraturan perundang-undangan tersebut masih menyisakan beragam persoalan,'' ungkap Bamsoet 

Dia menilai, implementasi RPJMN didasarkan kepada visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilihan umum.

Jadi, masing-masing memiliki visi dan misi yang berbeda dalam setiap periode pemerintahan.

Anggota Dewan Pakar Pimpinan Nasional KAHMI ini menambahkan, sistem perencanaan pembangunan nasional dan sistem perencanaan pembangunan daerah, kemungkinan berpotensi ketidakselarasan.

RPJMD tidak terikat untuk mengacu RPJMN karena visi dan misi gubernur/bupati/walikota sangat mungkin berbeda dengan visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih.

"Di samping itu, desentralisasi dan penguatan otonomi daerah berpotensi mengakibatkan tidak sinerginya perencanaan pembangunan antardaerah serta antara pusat dan daerah,'' katanya.

Dampak dari implementasi pembangunan yang tidak sinergis, tidak selaras, dan tidak berkesinambungan menimbulkan inefisiensi atau pemborosan anggaran.

Disinilah urgensi menghadirkan kembali haluan negara dengan nomenklatur PPHN.

''Sehingga Indonesia memiliki Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, UUD 1945 haluan konstitusional, dan PPHN sebagai kebijakan dasar pembangunan," pungkasnya. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler