Bamsoet Sepakat Kedepankan Dialog untuk Solusi Konflik Laut China Selatan

Senin, 27 September 2021 – 23:18 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo melakukan pertemuan virtual dengan Ketua Dewan Nasional Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China Mr. Wang Yang, Senin (27/9).

Keduanya sepakat untuk mengedepankan dialog dalam penyelesaian Laut China Selatan maupun peningkatan kerjasama bilateral kedua negara.

BACA JUGA: Fadli Zon Bicara Klaim Tiongkok Atas Laut Natuna Utara, Begini

"Saya menyambut baik ajakan Ketua Dewan Nasional Majelis Permusyarakatan Politik Rakyat China Mr. Wang Yang untuk mengedepankan dialog dalam penyelesaian Laut China Selatan dan peningkatan kerjasama bilateral kedua negara," kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo.

Bamsoet mengingatkan ketidakpatuhan Tiongkok terhadap hukum UNCLOS 1982 sempat membuat ketegangan dengan Indonesia di Laut Natuna.

BACA JUGA: Bakamla Membeber Situasi di Laut Natuna Utara, Persiapkan Strategi

Dia berharap kejadian tersebut tidak boleh terus dibiarkan terjadi karena membuat preseden buruk sekaligus berpotensi menyebabkan eskalasi ketegangan di tengah upaya kolektif global dalam memerangi pandemi Covid-19.

"Tidak hanya di Asia Timur dan Asia Tenggara, ketegangan yang terjadi terkait sikap Tiongkok yang tidak menghormati keputusan UNCLOS 1982 juga mendapat perhatian serius dari Amerika Serikat," kata Bamsoet

BACA JUGA: Situasi Terkini Laut Natuna Utara

Oleh karena itu Bamsoet menegaskan pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.

Ketua DPR RI ke-20 ini juga menyampaikan sejak awal kemerdekaan Indonesia, para founding fathers telah menggariskan politik luar negeri Indonesia didasarkan pada doktrin bebas aktif.

Artinya, Indonesia bebas menjalin kemitraan dengan negara manapun, dan aktif mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan dunia.

"Terkait permasalahan di Laut Cina Selatan yang tidak kunjung selesai, Indonesia memiliki kepentingan untuk memastikan kebebasan navigasi dan penerbangan, sekaligus mendesak semua pihak untuk menghormati hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982)," jelas Bamsoet.

Kepala Badan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menyampaikan setidaknya terdapat dua klaim Tiongkok di Laut China Selatan yang berimplikasi terhadap kepentingan Indonesia.

Klaim Nine Dash Line (sembilan garis imajiner yang diklaim sebagai wilayah laut Tiongkok).

Kedua, klaim fitur-fitur di Laut Cina Selatan (Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel) berhak atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyampaikan dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Tiongkok di Jakarta pada 13 Januari lalu, Menlu RI menyampaikan kembali mengenai pentingnya menjaga Laut Cina Selatan sebagai laut damai dan stabil.

Untuk mencapainya, hanya satu hal yang harus dilakukan oleh semua negara yaitu menghormati dan menjalankan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.

Bamsoet juga mengatakan pada rangkaian pertemuan ASEAN-Tiongkok di Chongqing, 7-8 Juni disepakati segera dimulainya kembali negosiasi teks Code of Conduct (COC).

Namun Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia dan Vietnam menyoroti situasi di Laut China Selatan yang tidak merefleksikan proses COC. (mrk/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI AL Sudah Bergerak ke Laut Natuna


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler