Bamsoet Waswas soal Politik Uang dan SARA di Pilkada 2018

Rabu, 28 Februari 2018 – 22:41 WIB
Bambang Soesatyo. Foto: Boy Muhamad/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo mengharapkan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 tidak hanya bersifat prosedural, namun juga memiliki makna substansial yang mencerminkan proses demokrasi berkualitas. Menurutnya, Pilkada Serentak 2018 lebih dinamis karena melibatkan 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. 

Namun, politikus Partai Golkar yang karib disapa Bamsoet itu juga mengkhawatirkan adanya politik uang. "Politik uang dan politik transaksional harus mulai kita hindari dan tinggalkan untuk mewujudkan demokrasi yang beradab dan berkualitas," kata Bamsoet, Rabu (28/2).

BACA JUGA: Ketua DPR Janji Perjuangkan Nasib GTT, PTT dan Honorer

Mantan ketua Komisi III DPR itu mengatakan, dalam konteks demokrasi yang berkualitas, masyarakat Indonesia bisa mencermati hal-hal yang ditawarkan kontestan pilkada ataupun pemilihan legislatif. Misalnya, masyarakat bisa menyaksikan kontestan yang mengedepankan ide, program serta visi dan misi.

Dengan demikian, masyarakat bisa mengambil pembelajaran politik yang positif untuk perkembangan demokrasi ke depan.  "Pelaksanaan pilkada harus menjadi bukti nyata dari semua komponen bangsa, untuk mampu menumbuhkembangkan demokrasi yang berkualitas," ujar Bamsoet.

BACA JUGA: Bamsoet Puji Terobosan Jokowi soal Rastra dan PKH

Menurutnya, beberapa daerah yang akan menyelenggarakan pilkada memiliki kerawanan terkait dengan penggunaan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).  Hal tersebut sangat berpotensi mencuptakan gesekan di masyarakat yang dapat menimbulkan ancaman keamanan. 

Karena itu, Bamsoet menegaskan DPR akan mengawasi pelaksanaan kampanye pilkada. Selain itu, langkah-langkah preventif dalam menghadapi potensi ancaman pilkada serentak perlu disiapkan.

BACA JUGA: Polisi Tandai Puluhan Akun Penyebar Kampanye Hitam Pilkada

"DPR telah bekerja sama dengan lembaga pemerintah lain seperti KPU, Bawaslu, Polri, BIN, TNI, pemprov dan pemda pelaksaanan pilkada dapat berlangsung dengan aman dan lancar," katanya.

Lebih lanjut Bamsoet mengatakan, ada baiknya ke depan pemilihan kepala daerah baik bupati, wali kota ataupun gubernur tidak dilakukan secara langsung, tetapi dikembalikan ke DPRD. Sedangkan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) tetap bisa dilakukan secara langsung.

Dia mengatakan, politik uang dan transaksi di pemilihan bupati, wali kota dan gubernur sangat tinggi. Kerusakan yang ditimbulkan juga telah mengkhawatirkan. 

"Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus. Hal ini jelas merusak dan tidak bisa dibiarkan tetap berlanjut," kata Bamsoet.

Selain itu, Bamsoet memprediksi Pilkada Serentak 2018, Pileg dan Pilpres 2019 masih akan diwarnai oleh isu politik identitas dan politik uang. Jika kedua isu itu tidak dikelola secara baik, maka dampaknya akan menurunkan kualitas demokrasi. 

"Jelang Pilkada serentak 2018, Pileg dan Pilpres, sudah mulai terlihat upaya untuk memecah persatuan bangsa serta merusak kerukunan antar umat beragama," ujar Bamsoet.

Dia menguraikan, pola-pola penyerangan terhadap tokoh, pemuka agama serta rumah ibadah menjadi salah satu bukti upaya memecah persatuan dan merusak kerukunan antarumat beragama. Menurut Bamsoet, tindakan itu merupakan pengulangan pola.

"Pola-pola seperti ini pernah dilakukan beberapa tahun lalu. Modus yang dipakai antara lain dengan menggunakan isu dukun santet dimana banyak korban yang jatuh," tuntas Bamsoet.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua DPR: Saya Sungguh Berduka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler