jpnn.com, JAKARTA - Kapuspen Kemendagri Bahtiar menjelaskan duduk persoalan terkait kasus jual beli blangko KTP-el (Kartu Tanda Penduduk Elektronik), yang diduga hasil pencurian oleh seseorang berinisial NI.
Hasil identifikasi awal, yang bersangkutan diduga kerabat mantan pejabat Dinas Dukcapil Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Dan saat ini kasus jual beli blangko KTP-el tsb sudah ditamgani oleh Polda Metro.Jaya.
BACA JUGA: Kemendagri Ingatkan Toko Online Akan Ancaman 10 Tahun Bui
“Setelah dilakukan pelacakan dan investigasi ditemukan bahwa diduga seseorang berinisial NI yang mencuri Blanko KTP-el, sekitar bulan Maret 2018 karena pada tanggal 13 Maret 2018 blanko KTP-el diserahkan ke daerah dan blangko tersebut dicoba dijual sekarang,” terang Bahtiar, Jumat (7/12).
Lebih lanjut Bahtiar menjelaskan lebih lanjut terkait pencetakan KTP-el. Pertama, KTP-el tidak bisa dicetak sembarang tempat karena harus menggunakan mesin cetak yang sudah diprogram secara khusus, dan mesin tersebut produksi secara khusus dan terbatas.
BACA JUGA: Mendagri Tegaskan Pencurian Blangko E-KTP Tak Terkait Sistem
Kedua, untuk mencetak KTP-el diperlukan input data tertentu hasil perekaman tentang data diri, sidik jari dan lain lain.
“Hanya jajaran dukcapil yang punya akses databased kependudukan untuk dapat mengisi, menginput data tersebut ke dalam chip blangko KTP-el,” ulasnya.
BACA JUGA: Penjualan Blangko E-KTP Jangan Dianggap Sepele
Ketiga, akses data based kependudukan menggunakan network, jaringan yang bersifat privat terbatas bukan jaringan umum.
Keempat, masyarakat yang tertipu beli blangko agar melaporkan kepada aparat penegak hukum terdekat atau pemda karena UU Nomor 24 Tahun 2013 jelas mengatur bahwa urus KTP gratis atau tidak dipungut biaya.
“Dan tidak benar informasi yang menyatakan bahwa sistem pengamanan KTP-el jebol. Sistem KTP-el memiliki security system yang sangat kuat dan berlapis. Jadi ini jelas murni tindak pidana pencurian blangko KTP yang coba dijual.”
Ditjen Dukcapil Kemendagri melalui Sesditjennya I Gede Suratha melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada hari Selasa 4 Desember 2018.
Permasalahan ini disikapi secara serius kemendagri dan pelaku sudah diproses secara hukum. “Kami imbau masyarakat agar tidak mempercayai informasi yang beredar di berbagai media sosial mengenai kasus jual beli dan penerbitan dokumen kependudukan illegal yang dapat berpotensi meresahkan masyarakat bahkan memunculkan persoalan lainnya,” kata Bahtiar.
Pasal 96A UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sudah ditegaskan bahwa setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan dan/atau mendistribusikan Dokumen Kependudukan dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Blangko e-KTP Bocor, Kubu Prabowo Resahkan DPT
Redaktur & Reporter : Soetomo